Sabtu, 02 Januari 2016

Yang Terpilih


Bumi di tahun 5015 memasuki periode kehancuran. Krisis kemanusiaan terjadi di mana-mana. Kehancuran peradaban manusia berada pada puncaknya. Spesies baru bernama Sang Penghancur hadir menjadi predator paling mematikan bagi kelangsungan hidup manusia. Spesies manusia lama terancam punah, hanya sebagian dari mereka yang bisa terselamatkan. Kanselir Madam X bereksperimen dengan klan manusia lama untuk menjaga spesies ini tetap lestari. Mereka dikumpulkan dalam sebuah proyek rahasia tanpa sepengetahuan pemerintah pusat. Mereka yang jadi kelinci percobaan itu diberi nama Yang Terpilih.
Dunia boleh serba digital. Ketika sebagian manusia beranggapan bahwa kemajuan teknologi adalah sebuah periode kejayaan manusia, kenyataannya adalah sebaliknya: periode kehidupan manusia berada pada puncak kehancuran. Semesta akan menyelesaikan abdinya. Manusia tak lebih dari virus komputer yang patut dihancurkan oleh sistem. Manusia tak lebih dari robot yang dikendalikan oleh sistem teknologi. Fase kehancuran baru saja dimulai.

Aku mencoba melawannya dengan begitu putus asa, berjuang mengendalikan semua sensor penghubung otakku. Syaraf motorik sebagian besar tubuhku nyaris tidak bisa kufungsikan. Sesuatu yang asing telah mengendalikan diriku. Sesuatu yang sama sekali tak mampu kukendalikan oleh otakku sendiri.
"Sistem sepertinya sudah mulai bekerja." Sebuah suara merobek lubang pendengaranku seketika. Menggaung di udara lantas beresonansi dengan logam di sekitarnya.
Sebuah ruang serba putih menelan keberadaanku. Aku pikir, ruangan ini tak salah bila disebut laboratorium. Beberapa tabung reaksi, meja bedah, dan peralatan mirip robot berjejer acak di hampir seluruh bagian ruang.

Belalai panjang mengambang di udara dengan pangkal tertanam di atas langit-langit, sementara ujungnya--hampir tak bisa kupercaya--menyumpal mulutku.

Kecuali orang-orang berkostum astronot, lengkap dengan masker dan alat bantu napas menyerupai alat snorkling, hal lain membuatku terkejut: tubuhku terlentang polos dengan banyak kabel warna-warni tertancap di seluruh bagian tubuhku.

"Rupanya kamu sudah sadar." Salah satu dari mereka mendekat, menatapku lekat.

Aku mencoba menggerakkan kaki dan tangan. Percuma saja, semua terasa kaku.

"Selamat bergabung, Nak. Selamat menjadi Yang Terpilih," lanjutnya. "Kodemu, Alpha 8152 X Omega."

Sama sekali aku tak paham akan apa yang dikatakan orang itu. Pertanyaan demi pertanyaan terakumulasi menjadi dengungan hebat dalam kepalaku. Otakku mencoba mendeteksi apa yang sebenarnya terjadi, kepalaku pusing setelahnya

"Fase Gone segera tiba. Semoga kamu bisa menikmatinya."

Gone? Apa artinya. Aku tidak sempat berpikir lagi, ketika otot-ototku menegang. Desir hebat aliran darahku seolah mengeras. Aku tak merasakan keberadaanku kecuali rasa tercekik di tulang leher. Mataku mengabur dengan menghadirkan kunang-kunang raksasa sebelumnya. Cahaya menyilaukan mengantarku ke lembah paling gelap kesadaranku.

"Inikah yang dimaksud fase Gone?" gumamku dalam hati sebelum semuanya benar-benar gelap. Kian memekat.

*****

Aku merasakan sesuatu yang asing dengan tubuhku. Sesuatu yang keras mencangkangi seluruh daging tubuhku. Aku berpikir bahwa yang dimaksud dengan Yang Terpilih itu adalah spesies baru manusia robot?
Belum selesai dengan pikiranku, seseorang dengan kostum astronot mendorongku dari arah belakang. Hampir aku terjerembab dari landaian tangga pesawat.

"Lakukan!" teriaknya.

"Lakukan apa?" stimulasi otakku lambat bereaksi.

Orang itu terus mendorongku. "Lakukan bodoh! Yang Terpilih bukanlah spesies pengecut."

Aku tak mengerti. Sama sekali tidak mengerti. Kecuali sebilah launcher--senjata dengan cairan kimia di dalamnya, aku tidak paham apa yang harus dilakukan dengan senjata tersebut.

"Bunuh mereka!" Sekali ini dorongan orang itu membuatku benar-benar terjerambab dari atas pesawat. Pemandangan asing terbentang di hadapanku. Orang-orang berbaju astronot sedang berperang dengan orang-orang berbaju hitam pekat mirip Orko.

Desingan senjata launcher terdengar disertai cahaya warna hijau terang menyilaukan mata. Aku belum sepenuhnya menguasai diri.

Ini kali pertama terjebak di dalam pertempuran di negeri antah berantah.

"Aktifkan sistem launcher-nya, bodoh!" Suara itu menyeruak, padahal sosoknya jauh berada di atas pesawat sana.

"Segera! Atau kamu mati tertembak senjata Sang Penghancur."

Aku meraba bagian atas senjata yang mirip senapan laras panjang transparan itu. Sebuah knop tanpa sengaja tersentuh. Sesuatu yang cair meluncur deras. Warna hijau menghambur, aku terjengkang tidak siap dengan keadaan itu.

Efek luncuran senjata itu sungguh luar biasa. Sesosok tubuh berjubah hitam terjengkang dengan sengatan jala listrik melingkup tubuhnya. Ia kejang-kejang lantas hancur menjadi asap pekat.

"Bagus! Simulasi pertamamu berhasil," suara itu hadir serta-merta, mengembalikan tubuhku dari arena pertempuran ke laboratorium serba putih tadi.

Aku mengerjap. Warna-warni kabel tadi tiba-tiba satu persatu tercerabut dengan sendirinya. Aku mencoba bangkit. Kali ini, orang-orang berkostum astronot tadi telah berubah tampilan manusia seutuhnya, seperti diriku.

"Pakailah!" Ia melempar pakaian ke arahku. Aku baru sadar akan kepolosan tubuhku. Aku menangkap dan mengenakan pakaian itu segera.

"Senang dengan keadaan dirimu sekarang?"

Aku menatapnya lekat. Senang? Tentu saja aku harus mengatakannya tidak. Aku lebih suka menjadi spesies manusia lama ketimbang Yang Terpilih, sebab, kendali otakku ada di tangan mereka.

"Inilah bagian dari evolusi manusia," ujarnya. Ia berdiri. Sosok itu--lelaki botak setengah baya mirip tampilan seorang profesor--berdiri di sampingku.

"Evolusi menuju kehancuran," sanggahku. "Kalau harus jujur, aku lebih setuju dengan evolusi Darwin ketimbang evolusi buatanmu." Ada ledakan emosi yang meluncur deras dari dalam tubuhku.

"Dan, aku lebih senang dijadikan manusia monyet, ketimbang harus menjadi manusia robot buatanmu," lanjutku.

"Sayangnya, spesies manusia monyet ciptaan Darwin sudah lama mati menjadi fosil," tegasnya.

Menjadi diriku yang sekarang ini, membuatku linglung. Persetan dengan Yang Terpilih! Persetan dengan Kanselir Madam X! Persetan dengan semuanya.

Selepas dengan eksperimen tadi, aku mencoba melepaskan diri dengan keterikatan sistem dengan Yang Terpilih. Aku harus kembali menjadi spesies manusia lama, walau setelahnya mungkin aku akan punah seperti yang lainnya.

Namun, bagaimana caranya?

Cibatu-Garut, 29 Desember 2015


-----
repost from PANCHAKE

0 komentar:

Posting Komentar