Senin, 14 April 2014

Alya Titania Annisaa's invitation is awaiting your response

 
Alya Titania Annisaa would like to connect on LinkedIn. How would you like to respond?
Alya Titania Annisaa
Student at SMAN 8 Pekanbaru
Confirm you know Alya Titania
You are receiving Reminder emails for pending invitations. Unsubscribe
© 2014, LinkedIn Corporation. 2029 Stierlin Ct. Mountain View, CA 94043, USA

Jumat, 11 April 2014

Teror via email kini masuk Slide Share!

Teror via email sekarang udah masuk ke slide share loh!
mau tau linknya? nihhh..
http://www.slideshare.net/AlyaAnnisaa/teror-via-email-part-1
http://www.slideshare.net/AlyaAnnisaa/teror-via-email-part-2
http://www.slideshare.net/AlyaAnnisaa/teror-via-email-part-3
http://www.slideshare.net/AlyaAnnisaa/teror-via-email-part-4

okay. bagi yang kangen sama teror via email silahkan baca lagi!

Salam Liburan,

 Alya Titania Annisaa

Senin, 07 April 2014

Alya Titania Annisaa's invitation is awaiting your response

 
Alya Titania Annisaa would like to connect on LinkedIn. How would you like to respond?
Alya Titania Annisaa
Student at SMAN 8 Pekanbaru
Confirm you know Alya Titania
You are receiving Reminder emails for pending invitations. Unsubscribe
© 2014, LinkedIn Corporation. 2029 Stierlin Ct. Mountain View, CA 94043, USA

Minggu, 06 April 2014

Berlian Biru

Kiriman -AFF- di Beranda Mistery

***

Ini salah satu cerita dari sekian banyak perjalanan yang aku lakukan.

Di tahun 2006 dalam perjalananku mengelilingi Pulau Jawa.

Suatu hari aku dan Agnes temanku berniat mengunjungi Pegunungan Dieng di Wonosobo yang terkenal dengan wisatanya yang lumayan lengkap. Tidak hanya panorama pegunungan yang indah namun juga terdapat 7 kawah yang masih aktif,6 telaga yang indah dan 9 candi yang menyimpan kemisteriusan tersendiri. Selain itu ada beberapa gua juga air terjun atau curug.
Bahkan karena keindahannya pegunungan Dieng mendapat julukan Negerinya Para Dewata.

Kami sengaja melakukan perjalanan di malam hari, selain menghindari kemacetan juga tak perlu menunggu terlalu lama waktu matahari terbit. Ku bayangkan semburat keemasan yang terpantul di air telaga tentu menjadi suatu keindahan tersendiri. Apalagi bila terpantul di telaga warna yang memang memiliki beberapa warna pada air telaganya.

Sekitar pukul 03.00 dini hari mobil yang ku kendarai telah tiba di Wonosobo, Jawa Tengah. Masih terlalu gelap untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak Dieng yang memiliki rute berkelok dan menanjak tajam. Apalagi di sebelah sisi pegunungan terdapat lembah yang cukup curam. Belum lagi kalau berpapasan dengan mobil Pick Up atau truck yang sarat memuat hasil pertanian penduduk yang bermukim disepanjang lereng pegunungan Dieng. Sangat berisiko.

Di suatu lereng aku memutuskan berhenti sejenak, saat ku lihat sebuah rumah makan yang masih buka, seperti rumah makan yang biasa beroprasi 24 jam. Ku parkir mobilku dipelataran yang tak begitu luas. Udara malam yang dingin membuatku berniat memesan kopi sedangkan Agnes memesan susu coklat panas sebagai pengusir dingin dan seporsi pisang goreng untuk pelengkapnya. Rumah makan yang lumayan tertata apik interiornya nampak sepi pengunjung. Hanya terlihat seorang laki-laki tua yang terkantuk -kantuk di meja paling ujung. Di etalase kaca terpajang beberapa jenis lauk pauk yang menggugah selera. Namun aku dan Agnes tak ada niat mengisi perut dengan makanan yang berat, apalagi pada dini hari.
Setelah menghabiskan hidangan dan membayarnya, ku beranikan diri meminta ijin kepada perempuan yang bertindak sebagai kasir sekaligus yang melayani pembeli, untuk menumpang istirahat sejenak di pelataran parkirnya.

Sebelum istirahat didalam mobil,kubasuh mukaku di kamar mandi yang terletak di sisi kiri bangunan. Sedangkan Agnes langsung menuju jok belakang dan merebahkan tubuhnya, mungkin dia kelelahan karena perjalanan yang kami tempuh lumyan panjang. Suhu air yang dingin terasa segar membasahi wajahku. Sejenak aku berdiri menikmati udara pegunungan.Hembusan angin membuat ranting dan daun-daun di pepohonan sekitarku saling bergesekan dan membuat suasana terasa semakin dingin dan mencekam. Akupun masuk kemobil dan ku sandarkan punggungku pada jok depan yang sengaja aku rebahkan. Sambil asyik menikmati heningnya dini hari sambil mendengarkan lagu yang kuputar di headsetku, mataku menangkap sesosok tubuh laki-laki tinggi besar yang berjalan ke arah mobilku. Kuperhatikan pakaian yang dikenakannya. Hanya kaos singlet warna putih dan celana pendek hitam sebatas paha di udara yang dingin dan berkabut tebal, membuat rasa heran muncul di otakku.

"Apa dia penduduk sini? Tahan betul memakai baju seadanya di pagi buta yang dinginnya setengah mati", gumamku. Ku tengok Agnes yang pulas dijok belakang. Ku urungkan niatku untuk membangunkannya. Aku nggak tega mengganggu tidurnya.

Tok! Tok! Tok!

Pintu jendela mobil diketuk dengan tiba-tiba oleh laki-laki itu. Dia mungkin butuh pertolongan. Sehingga nekat berjalan kaki pada dini hari yang berkabut hanya memakai pakaian seadanya. Tanpa berpikir macam-macam ku buka pintu mobil. Belum sempat kutanyakan apa maksudnya. Laki-laki itu menyodorkan tangannya.

"Lironono sewu (tukar dengan uang seribu)", ujarnya seraya menjulurkan kedua telapak tangannya dan memperlihatkan sebuah batu bening berwarna biru langit sebesar kepalan tangan orang dewasa.

Ku cari uang seribuan yang biasa aku simpan di dashboard mobil untuk persiapan bayar parkir atau ku berikan pada pengemis dan pengamen jalanan di trafficlight. Namun tak kudapatkan. Ku buka tas dan ku ambil dompetku. Saat mencari-cari uang seribuan di dompet, tanpa sengaja mataku melirik ke arah kaki laki-laki tersebut.

ASTAGHFIRULLAHALADZIM

Tanpa sadar aku beristighfar. Kaki tersebut tak menapak tanah, bahkan mengambang diatas permukaan kabut setinggi kurang lebih 30 cm diatas tanah. Jantungku berdegup kencang. Apalagi posisi berdiri laki-laki itu demikian dekat dengan jok tempatku duduk. Sambil memejamkan mata karena takut kuhempaskan pintu mobil agar tertutup. Dengan mulut komat kamit kubaca do'a sebisaku.
Setelah beberapa saat, dengan perlahan ku coba membuka mata. Kutengok di sekeliling mobil. Tak ku dapati sosok tersebut. Karena penasaran ku beranikan diri keluar dari mobil dan mencarinya. Namun sungguh tak terduga, bangunan rumah makan juga ikut lenyap bersamaan dengan hilangnya laki-laki misterius itu. Dihadapanku hanya berjajar pohon-pohon besar yang nampak seperti raksasa hitam.
Kepanikan yang luar biasa menguasaiku. Dengan cepat aku berbalik menuju mobil. Sebelum tanganku menyentuh handle pintu tiba -tiba di sampingku berdiri seorang wanita paruh baya memakai kain panjang yang dililitkan pada tubuhnya dengan rambut disanggul ceplok( sanggul kecil) seperti pakaian wanita jawa jaman kerajaan.
Senyum hambar terulas dibibirnya. Tatapannya tajam menembus mataku yang melotot karena kaget dengan kehadirannya. Aku terpaku.

"wong wedok cubluk, akeh manungsa sing pingin oleh kabegjan, sliramu di wenehi kok malah jireh( wanita bodoh, banyak manusia yang ingin dapat keberuntungan, kamu yang dikasih kok takut)", ujarnya sambil berlalu dan lenyap ditelan tebalnya kabut.

Ketakutan semakin melandaku. Lututku gemetar. Dengan lemas kumasuki mobil. Kuteguk air mineral di sampingku untuk meredakan deburan jantung yang kencang.
Dzikir terus kulafalkan.
Hilang sudah hasratku menuju puncak pegunungan Dieng. Aku berdiam diri didalam mobil hingga fajar merekah.
Ku jalankan mobil dengan kecepatan pelan.
Agnes yang terbangun keheranan melihatku memutar balik arah mobil.

"Kok putar balik? Bukankah kita akan menuju ke atas?".

"Ntar aku ceritakan!", jawabku singkat.

Kulihat sebuah warung sederhana dan kuputuskan menepi untuk sekedar mengisi perut. Ada beberapa pengunjung laki-laki yang sedang asyik bercengkrama. Aku dan Agnes duduk dibangku paling pojok sambil menunggu pesanan datang. Pikiranku melayang pada kejadian yang ku alami dini hari tadi. Masih terbayang dengan jelas raut muka laki-laki dan perempuan paruh baya yang tiba-tiba menhilang dari hadapanku berikut rumah makan yang aku singgahi.

Kuseruput kopi yang masih mengebul. Ketegangan yang kurasa sedikit berkurang.

"Sudah 3 malam aku berdiam dilereng ini, tapi tak ada petunjuk tentang berlian biru itu", ku dengar suara dari laki-laki paruh baya berpakaian serba hitam dan memakai ikat kepala batik.

"Anda masih 3 hari, sedangkan saya sudah 2 minggu menunggu keberuntungan mendapatan barang itu", sahut laki-laki satunya yang memakai jaket berlogo salah satu Bank terkenal.

"Kok banyak orang menanyakan dan mencari mustika berlian biru itu memangnya khasiatnya apa sih?", tanya laki-laki lainnya.

"Hahahahahaha..sampean masak nggak tahu? Berlian biru banyak diburu orang karena bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit!", sahut laki-laki berbaju hitam.

"Dan harganya bisa selangit kang", timpal yang lain.

Aku yang tanpa sengaja mendengar hanya tertegun. Terlintas tentang batu berwarna biru yang di sodorkan laki-laki misterius padaku.
"Apa batu itu yang mereka maksud?", aku membatin.

"Maaf bapak-bapak, kalau saya lancang menyela pembicaraan anda semua, bukankah penyakit itu datangnya dari Allah dan obatnya juga dari Allah, mana bisa batu menyembuhkan penyakit?", tanyaku diliputi keheranan.

"Yah beginilah pemikiran anak muda, semua difikir secara logika. Tidak mempercayai hal-hal yang tak kasat mata, jadi ya susah menjelaskannya", sahut laki-laki berjaket seraya memandangku sinis.

"Ah sudahlah tidak usah diperpanjang", laki-laki berbaju hitam tersenyum padaku.

"Ada sesuatu padamu nduk(panggilan untuk anak perempuan jawa), tapi kamu tak menyadarinya. Lanjutkan perjalananmu. Semoga yang melindungi jagad( dunia) selalu memberkahi langkahmu. Sudah cepat pergi, biar aku yang membayar semua pesananmu", lanjutnya padaku seraya menggenggam erat kedua tanganku.Aku yang merasa tidak enak hati karena mengganggu obrolan mereka segera beranjak pergi seraya mengucap maaf dan terima kasih.

Sepanjang perjalanan aku memikirkan kejadian yang ku alami. Agnes menggerutu panjang pendek dengan sikapku yang menyerobot pembicaraan orang. Dengan nada hambar ku jelaskan apa yang membuatku menyela pembicaraan para laki-laki diwarung tadi dan menggagalkan rencana menuju puncak Dieng. Agnes hanya sanggup membuka mulutnya tanpa bisa berkata-kata setelah ku ceritakan kejadian yang aku alami pada dini hari tadi.
***

Bukannya aku tidak mempercayai hal-hal ghoib. Aku mempercayainya karena Allah menciptakannya. Namun yang menjadi ganjalan haruskah benda mati dipercayai sebagai penyembuh?
WALLAHUALAM.

HASBUNALLAH WA NI'MAL WAKIL
NI'MAL MAULA WA NI'MAN NASHIR

"Cukuplah bagi kami Allah sebagi penolong dan Allah adalah sebaik-baiknya pelindung"

Samarinda'April2014


***
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 01 April 2014

Invitation to connect on LinkedIn

 
LinkedIn
 
 
 
 
From Alya Titania Annisaa
 
Student at SMAN 8 Pekanbaru
Indonesia
 
 
 
 
 
 
 

I'd like to add you to my professional network on LinkedIn.

- Alya Titania

 
 
 
 
 
 
 
You are receiving Invitation to Connect emails. Unsubscribe
© 2014, LinkedIn Corporation. 2029 Stierlin Ct. Mountain View, CA 94043, USA