Minggu, 30 Maret 2014

KABUT KEABADIAN - KAPAL HANTU part 2

***

Dadaku bergemuruh tidak karuan antara takut dan pasrah, karena terbayang sebentar lagi kami akan diberi tetesan air kehidupan. Benar saja pintu terbuka. Dua orang ABK membawa nampan, dan brak brakk.

Mas Agung menampik nampan itu. Kami sebelas orang berame rame menghajar dua ABK itu. Dan merasa aman kami berjingkat dengan hati hati keluar mencari tempat sembunyi sementara menunggu kabut itu muncul.

Doa, dzikir dan ayat ayat suci terus kami baca semua berharap hanya mukjizat dan Pertolongan Allah. Kami bersembunyi di sebuah lorong yang dianggap aman.

"Ya Allah jika memang ini suratan takdirMU, hamba mengalami ini semua aku ikhlas ya Allah, dan jika berada disini adalah kehendakMU maka berilah petunjukMU jua kami keluar dari tempat ini" doaku

"Aamiin" serentak teman2ku berucap

Aku terus membaca doa Nurbuah dan teman teman terus membaca Asmaul Husna. Alhamdulillah Yaa Allah, gejala alam menandakan tanda tanda kabut itu akan segera muncul, alam seolah bergejolak, petir bersahutan begitu mengerikan dengan kilatan yang sangat menakutkan

" Ayoo cepat, kabut itu mulai muncul dia ada cuma 15menit" teriak Mas Aries

Namun naas ketika kami siap beranjak, didepan kami dihadang para ABK dengan muka beringas dan mereka siap mencabik kami. Hanya doa kami panjatkan kami berlari lewat celah lain.

"Ayo lari kesana cepat kabut itu mulai membentuk gelombang,cepat waktu kita cuma sedikit" teriak Mas Agung

Kami dikejar dan auhh kakiku sakit aku tak mampu lagi berlari dadaku terasa sesak benar saja tak ada udara ku hirup. Biarlah aku menghadang para setan itu, dengan sedikit sisa sisa kekuatanku, asalkan semua temanku selamat.

"Arzyyy," spontan temanku teriak tahu aku tertangkap mereka

"Sudah kalian lari tinggalkan aku" teriakku

Kalian lari aku akan selamatkan Arzy" kata mas Agung

" Aku ikut" kata Maya

" Tidak jangan mas, jangan May, tinggalkan aku" cepat waktu kian menipis bentar lagi kabut itu hilang itu kesempatan kalian" teriakku

Semua ku lihat sudah melompat menuruni kapal, sementara tubuhku di panggul seorang ABK mencengkeramku begitu kuat. Mas Agung dan Maya masih kulihat mengejarku melawan para ABK. Akuu ingat amalan guru spiritualku, akuu baca Ayat Qursyi akuu tiupkan ketelinga ABK yang membopongku.

Alhamdulilah, dia kepanasan dan memegang telinganya kesempatan itu aku buat melawannya

"La haula walaquata illa billahilaliiladzim"
Beri aku kekuatan Ya allah. Agar keluar dari tempat ini. Dadaku sesak aku hampir lemas tapi aku harus keluar dari sini. Aku berlari menuju mas Agung dan Maya. Kami bertiga berhasil mengalahkan ABK namun mereka terus bangkit lagi dan mengejar kami, dbyurrrr

Kami bertiga berhasil terjun dari kapal. Alhamdullilah aku melihat matahari pagi dan teman teman lainnya. Kami sebelas orang berangkulan ditengah lautan lepas dan berharap ada kapal nelayan lewat. Kami tak tau berada di laut mana? Karena hanya lautan luas yang kami lihat. Perut terasa lapar dan hanya air laut yang terasa di bibir.

****

"Aku dimana aku dimana" teriakku ketika aku merasakan ada sentuhan hangat di telapak tanganku

" Arzi sudah sadar, say kita sudah selamat, kita ditolong kapal nelayan. Kamu koma berada di laut" kata Maya

Aku lihat lengkap semua sahabatku dan sahabat baruku. Maya, Qie dan suaminya, mas Agung, Retno, Jaged, Sri, Viola,Netzer, Mamaz.

Kami akan segera pulang besok setelah kondisiku sedikit membaik, bayangkan ternyata tanggal yang ku lihat 26 Mei, padahal kita naik kapal pada 1 Mei. Dunia lelembut terasa pendek waktu di sana.

Bahkan karena tabrakan kapal itu, kami dikira sudah meninggal.

****

Sebuah pengalaman mistik yang tidak akan kami lupakan. Menaiki kapal hantu sekaligus mendapatkan sahabat sahabat baru. Dan hanya satu keyakinan hati ini semua terjadi karena Takdir Allah dan Allah pulalah yang menyelamatkan kita semua.
Aku semakin yakin dan memantapkan ayat ayatmu Ya Robb, tanpa PetunjukMU semua di dunia ini akan terasa buta tanpa arah.

--SEKIAN--
Powered by Telkomsel BlackBerry®

KABUT KEABADIAN - KAPAL HANTU part 1

Oleh ARZINTHA MILANNESTY D'AZZURI

***

Namaku Arzintha mungkin salah satu dari seluruh kaum wanita yang merasakan sakitnya di khianati oleh kekasih yang begitu kita cintai. Hubungan cinta ini bukan dalam hitungan masa yang singkat, hampir ada 3 tahun dan rencana pernikahan sudah dipelupuk mata.

Mas Agung Pamungkas, sosok lelaki yang berwibawa hingga aku begitu terpesona dan mencintainya. Namun tanpa sengaja ketika aku datang kekantornya karena ingin mengajaknya makan siang, tanpa memberitahukannya terlebih dahulu. Karena aku ingin memberinya surprise.

Tapi apa yang ku dapat? Mas Agung sedang berduaan dan memadu kasih dengan wanita lain. Mas Agung terkejut dan berusaha menjelaskan padaku tapi mata kepalaku menyaksikannya sendiri, sakit dan kecewa itu yang kurasa.

Aku berlari dalam sengatnya matahari yang begitu panas, ya sepanas bara di hatiku.

****

Brakkkkk

" Ada apa sih gilaa loh bikin kaget aja" kata Maya Madu dan Retno Ayu teman satu kost.

"Mas Agung, say. Dia khianati aku" kataku

"Sudah sudah sabar, jangan asal tuduh mungkin yang kamu lihat tidak sesuai apa yang ada sesungguhnya" kata Maya

"Bodo' amat aku sudah lihat dia memegang erat tangan wanita itu" kataku

"Ya, udahlah lohh tenangin diri gih" kata Maya sembari melempar amplop di ranjangku

"Apa ini?" Tanyaku

"Kagak tau buka ajaa, kayaknya dari kampung keluargamu " kata Maya

Aku seorang petualang dan pecinta alam sejati. Mengingat aku seorang mahasiswi yang sering mendaki gunung dan tebing tebing bercadas.

"Ohh iyaa kayaknya" Kataku

Sebuah surat dan undangan pernikahan dari orang tuaku yang mengabarkan kakakku akan menikah dan aku di harapkan hadir diacara resepsinya. Huhh dipikir ada baiknya juga aku pulang kampung mengingat kuliah lagi libur dan satu aku ingin melupakan tentang mas Agung.

"Aku disuruh pulang May ama ortu, kakak aku menikah dan aku disuruh ajak mas Agung, hufff" kataku

"Akuu ikut donk Ar, pingin tau pulaumu yang katanya sarat mistik" kata Maya

"Akuu juga mau ikut kalau boleh sih" kata Retno

"Woww, boleh ajaa ayo, aku malah seneng " kataku

"Tapi apa kalian nanti tidak lelah naik kapal? "Pulau Borneo adalah tanah kelahiranku.kataku

"Tidaklah Ar, kamu tidak usah kuatir kami sendiri kok yang memutuskan untuk ikut kamu " kata Retno

"Kita berangkat Sabtu yaa, dan please jangan kasih tau mas Agung. Aku benar benar mau melupakannya dan memberitahu keluargaku tentang hubungan hancurnya cinta ini" kataku

***

Malam ini begitu sepi kurasakan sesepi hatiku saat ini, besok aku akan pulang kampung dan akan kembali ke kota ini dengan kondisi yang harus sudah fresh.

"Ar, ada mas Agung tuh" kata Retno

"Aachh malas aku, bilang Arzi lagi keluar" kataku

"Temuilah bentar kali aja dia mau jelasin semuanya" kata Maya yang ikut memberiku saran

Dengan langkah gontai, aku luluh juga menemui sosok yang aku cintai sekaligus sosok yang ingin aku lupakan.

"Sayang, gimana kabarmu?" Kata Mas Agung

"Seperti kamu lihatkan aku baik baik saja walau tanpamu dan perlu kamu ingat mas takkan ku hancur walau kau goreskan luka padaku" kataku sambil berusaha menahan agar airmata tak keluar

"Aku mau jelasin semuanya, apa yang kamu lihat akan aku jelaskan" kata Mas Agung

"Wanita yang kamu lihat itu bernama Qie qien dan dia mantan kekasih sewaktu di bangku SMU. Ketika cinta kami semakin berkembang tiba tiba dia menghilang. Aku mencarinya kemana mana, namun tak juga bertemu. Kabar terakhir yang aku terima , dia sudah menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya, nama suaminya Cak Ariessuselo dan meninggalkan kota ini dan ikut suaminya menetap di kota asal suaminya Singkawang, Kalimantan."

"Suaminya menghilang begitu saja ketika berlayar karena seorang pelaut dan dia datang kekota ini untuk mencari kabar karena kantor suaminya kerja berpusat di kota ini, dengan harapan bisa bertemu suaminya atau sekedar informasi keberadaan suaminya, namun ada yang memberitahukan dan menurut penerawangan orang pintar suaminya di culik oleh jin lautan dan di tawan di sebuah kapal ghaib tak berpenghuni, kapal yang sering jadi buah bibir dimana seluruh penghuni kapal ditemukan tewas tanpa diketahui penyebabnya. Maka itu dia teringat padaku karena aku punya banyak kenalan orang orang supranatural, aku menggenggam tangannya supaya dia kuat menghadapi cobaan dari Sang Maha Hidup" kata mas Agung

Aku masih tidak percaya dengan ceritanya dan dipikiranku hanya satu ku lihat kamu menggenggam tangannya. Aku wanita bertemperamen pencemburu.

"Aku menemui Kyai Mas'ud, katanya suaminya masih hidup dan masih di tawan, aku harus bantu membebaskannya, kasihan dia Ar. "Cerita mas Agung seolah meyakinkan aku

"Aku ngantuk, mau tidur kalau sudah penjelasannya silakan mas pulang aja, semoga aku bisa menerima dan mempercayai cerita mas" kataku diantara keraguan dan kesal.

"Baiklah, mas pulang dulu,satu yang harus kamu ingat. Mas cinta kamu dan tidak mengkhianatimu" katanya

****

Cuaca panas disesaknya penumpang yang menaiki kapal karena mengingat hari liburan.

"Haduw panas banget yaa" kata Maya

" Iyaa " kata Retno

"Akuu beli minuman dulu ya di kantin" kataku

Hah tidak salahkah penglihatanku bukankah itu mas Agung dan wanita yang aku lihat waktu itu? Aku tidak ingin mas Agung melihatku kalau di atas kapal ini ada diriku. Setelah aku membeli beberapa cemilan dan minuman aku kembali pada sahabatku.
Apakah aku harus menceritakan pada Maya ama Retno?ku lihat mereka sedang asik bercanda dan sepertinya dapat kenalan baru.

"Hai, asyik bener ngobrolnya?" Aku menyapanya

"Hai Ar, kenalin nih dia sama satu tujuan ama kita " kata Maya

" Jaged gelis " salam kenal Ar

"Aku Sri han " salam kenal juga

"Wadew senang jadi makin banyak teman ngobrol nih dan perjalanan akan makin meriah, salam kenal juga " kataku

****

Waktu kian beranjak malam, aku memasuki kamar tempatku beristirahat yang ternyata bersebelahan dengan kamar Jaged dan Sri.

"May, aku lihat mas Agung" kataku pada Maya

"Dimana? Jangan ngigau loh ini ditengah lautan dudul" kata Maya

"Iya dia satu kapal ama kita dan mas Agung bersama wanita itu" aku menceritakan pada Maya apa yang diceritakan Mas Agung padaku.

"Kamu kagak nyapa Ar?" Kata Retno

"Tidak, aku tidak mau dia tau aku ada di kapal ini" kataku

"Ya sudah bobo yuk, badanku letih nih" kata Maya

Pikiranku menerawang mau kemana mas Agung bersama wanita itu? Apakah dia mau mencari suaminya, ah bulshit mana ada kapal hantu? Bukankah itu hanya legenda saja.

Tiba tiba, Brak brak

Aachh ada apa ini kapal tergoncang begitu hebat, suara sirine dibunyikan mungkin ada musibah. Maya terjatuh dari tempat tidur begitupun Retno, kami kontan ketakutan

"Arzi, Maya, Retno ayoo bangun kapal tabrakan" teriak Jaged

Hahhhhh, Kami bertiga spontan berlari dan ternyata di luar kamar keadaan sudah semrawut, para wanita dan anak anak menangis histeris ketakutan. Kami berlima segera menuju geledak melihat apa yang terjadi? MasyaAllah sebuah kapal tanker menabrak lambung kapal hingga hancur dan air laut kini makin masuk ke dalam kapal, berarti kapal akan tenggelam.

Suara komando para ABK agar semua penumpang terjun kelaut sambil membagikan pelampung yang jumlahnya tak seimbang dengan penumpang.

"Cepat cepat semua terjun air makin masuk dan kapal akan tenggelam, jika tidak kita akan terbawa kapal kedasar laut dan sangat kecil kemungkinannya dapat bertahan hidup" teriak para ABK

Retno menangis, begitupun aku teringat mas Agung, achh bodo amat situasi seperti ini mas Agung pasti bisa selamatkan dirinya.

Allahu Akbar Allahu Akbar

Gema dzikir terucap dari semua penumpang kami berlima sudah mendapatkan pelampung dan siap terjun. Kami tidak ingat barang barang kami, hanya satu baju yang menempel di tubuh.

"La haula wala quata illabillahilaliiladzim" kataku

Ayoo hanya Allah tempat kita memohon pertolongan terus berdzikir ya, aku mencoba memberi semangat pada sahabatku padahal sesungguhnya hatiku juga ketakutan dan cemas.

"Ayoo cepat kalian terjun kapal semakin miring air makin banyak masuk, cepat terjun ke laut sebentar lagi lampu akan mati semua dan kapal akan tenggelam" kata para ABK

Ku lihat mereka semua para ABK lebih mengutamakan keselamatan penumpang daripada dirinya. Kami berlima juga membantu para ibu ibu dan mengajaknya terjun ke laut.

Gdebyurr

Suara tubuh kami bersama sama menimpa dinginnya air laut. Beberapa saat aku kehilangan keseimbangan mental, namun beruntung aku dapat mengembalikan konsentrasiku lagi, lalu kami berlima berpengangan tangan. Kami berlima berenang sejauh mungkin menjauhi kapal yang segera tenggelam.

Kami berlima terus berenang karena takut kalau kapal tenggelam menyedot kami ke dasar lautan, aku menoleh kebelakang semua penumpang berenang searah ke kami. Suara tangis jeritan dan dzikir terdengar begitu memilukan.

Asmaul Husna pun terus ku baca memohon pertolongan dan keselamatan. Aku capek apakah ini akhir hidupku Ya Allah, batinnku berbisik. Aku merasakan dinginnya air laut yang luar biasa aku menggigil dan achh pandanganku gelap. Akuu merasa mau pingsan. Aku kuatkan diriku, aku tak boleh mati di tempat ini kasihan keluargaku menunggu kedatanganku.

" Arzi arzi " tiba tiba ku mendengar ada yang memanggilku suara itu tak asing, ya itu suara Mas Agung, rupanya dia melihatku.

Ku mencari sumber suara itu ternyata mas Agung dan wanita itu tengah berenang menuju kami berlima.

"Bagaimana kamu bisa disini" tanya mas Agung

"Maaf mas ini bukan saat yang tepat aku bercerita, lebih baik kita mencari cara agar kita selamat, aku sudah tidak kuat, tubuhku terasa kaku dan dingin menusuk tulang sum sumku" kataku.

"Kamu harus kuat sayang, kamu harus kuat ada mas disini akan membawamu keluar dari lautan ini" kata mas Agung

"Gimana caranya mas? Ini masih tengah malam, kita di lautan lepas mas, apa ini lautan segitiga bermuda Indonesia? Lautan Masalembo yang terkenal anggker?" Kata Retno

"Hust kagak usah bilang angker, serem tau, yang aku takutkan ikan hiuuu" kata Jaged

Aku masih menahan semua nyeri yang kurasa, aku merasakan keanehan napa malam tak beranjak fajar? Padahal terasa kita sudah lama terombang ambing di lautan ini.

"Tunggu tunggu jangan tinggalkan kami." Ada suara yang memanggil gerombolan kami

Ternyata tiga orang, berenang menuju kami.

"Maaf bisakan kami gabung bersama kalian?" Tanyanya

"Boleh mari, kita sama sama sedang tertimpa bencana" kata Sri

Kenalin kami bertiga,Netzer Zuriel, Viola Annabella Kizawa, Mamaz aim part I,
Kami sepuluh orang berenang bersama dan aku merasakan keanehan yang telah terlupa dianatara kita.

"Sebentar, apakah kalian tidak merasa aneh? Kemana para penumpang yang lain? Dan kenapa laut jadi sunyi sekali. Kabut hitam pekat apa ini begitu tebal dan suara teriakan tidak terdengar?" Kataku

Kami semua berhenti sejenak,

"Iyaa kok sepi amat?" Kata mas Agung.

" Hai lihat ada cahaya semoga itu kapal nelayan yang sedang melaut" kata Maya

Kami kontan menengok sumber cahaya itu, semoga saja ya Allah, tolong hambamu ini aku sudah tidak kuat lagi. Kami bersorak sorak teriak teriak agar kapal itu mendekati kami dan menolong kami. Ya benar saja kapal itu menuju kami dan berhenti tepat di depan kami.

Aku amati ini bukan kapal nelayan tapi kapal yang Pelni khusus bahan bakar. Akuu lihat para ABK membantu kami satu persatu menaiki kapal itu. Kapal itu bau lumut di penciumanku.

Aneh kenapa ada getaran hebat agar aku terjun lagi ke laut. Aku lihat para kelasi menatap kami dengan sorot mata kosong dan bibir pucat tanpa banyak bicara. Aku merasakan ke anehan pada kapal ini, semua ABK berpakaian kelasi lengkap namun tak ada sapa manis atau bertanya ke adaan kami.

Kami hanya di beri kamar atau ruangan yang ada tempat tidur berderet deret.

"Say, kok aku merinding nih" kata Maya

"Iya aku juga " kata Jaged

"Permisi silakan kalian istirahat besok kalian akan tiba ditujuan" tiba tiba seorang Kapten menemui kami

"Tujuan kemana kalau boleh kami tau Kapt?" Tanya Mas Agung

"Ke alam keabadian berteman sama kami dan menjadi penghuni tetap alam keabadian" katanya tetap dengan nada dingin

"Jangan bercanda Kapt, kami minta turun saja biar kami terjun lagi ke laut" kata Maya

"Tidak bisa, kalian sudah memasuki dimensi kami dan menaiki kapal ini berarti habislah waktu kalian di dunia" kata Kapten

"Tidak tidak aku tidak mau mati, aku mau ketemu suamiku" kata Qie qien

"Siapa saja jika menaiki kapal ini akan menjadi teman kami dan kami terus mencari warga baru di alam kami sebagai teman, bukankah kami telah menolongmu dari dinginnya air laut? " kata Kapten

"Tolong bebaskan kami, biarlah kami terjun kembali ke laut" kataku

"Kamu sudah hampir mati, tinggalah saja di kapal ini sebagai penumpang abadi dan penghuni alam lelembut lautan" kata Kapten

"Aachh jangan seenaknya bicara tentang kekasihku dia akan baik baik saja" kata Mas Agung emosi

"Kita harus keluar dari kapal ini " bisik Sri

Tapi tiba tiba, Brak brakkkk

Pintu tertutup seketika dan terkunci, kami sepuluh orang dalam kecemasan dan ketakutan teramat sangat.

"Ayoo bukan waktunya menangis, kita harus keluar dari kapal ini. Kita lihat sekeliling ruangan ini siapa tau ada jalan atau celah untuk kita keluar dari sini" kata Mamaz
Kami semua berpencar meraba raba dinding siapa tau ada jalan. Namun pandanganku sedikit penasaran dengan seonggok selimut di ujung ranjang. Siapakah atau apakah ada orang lain disini? Aku jalan pelan pelan menghampiri ranjang itu, suasana ruangan itu remang remang hanya ada lampu satu 5 watt. Buat ruangan yang terdiri dari 15 ranjang tidur.

***

Uhuk uhuk uhuk

Aku menghentikan langkahkku dan semua menoleh kesumber suara batuk itu, yaa ada orang lain disini. Kami menghampiri selimut yang seolah membungkus seonggok tubuh layu. Mas Agung membukanya pelan pelan.Ahh benar saja seorang lelaki bagai tengkorak hidup namun masih bisa bersuara.

"Siapa kalian?" Tanya nya

"Mas Aries" teriak Qie Qien

Dia suamiku yang kucari, dia suamiku mas Agung. Aku mencarimu mas dan ternyata kita dipertemukan disini. Ayoo kita harus keluar dari sini

" Bagaimana ceritanya mas bisa berada disini" tanya qie qie

"Bukan saatnya bertanya Qie, kita harus keluar dari sini" kata Viola

"Percuma saja semua teman temanku meninggal ketika berusaha keluar dari kapal ini. Tinggal aku seorang diri, aku bertahan hidup tanpa makan selama disini. Mereka hanya memberiku setetes air di mana katanya air kehidupan, dan ternyata benar aku tak pernah merasakan lapar dan aku tidak lemas namun anehnya aku mudah tertidur dalam berhari hari akan tetapi kondisi tubuhku kian ringkih " cerita mas Aries

"Tidak mungkin kita jadi seperti mereka, aku tidak mau jadi penghuni alam lelembut, "kata Netzer

Aku pernah di beritahu oleh salah satu bagian dari mereka seorang ABK namun kini dia telah di bunuh karena berkhianat.

"Saat kabut hitam itu keluar dan menyelimuti udara disanalah pintu dimensi dunia nyata dan dunia lelembut terbuka, dan saat itulah ketika kita melihat kabut itu ada, maka secepatnya melompat keluar dari kapal ini, dimana sesungguhnya di bawah itu lautan. Tetapi yang nampak di mata kita adalah batu batu cadas di mana dalam pikiran kita kalau kita lompat kita akan mati, karena batu cadas yang kita lihat berbentuk runcing runcing yang siap menembus tubuh kita, namun itu hanya ilusi karena sesungguhnya itu lautan. Aku pernah mencobanya namun sia sia karena akuu selalu tertangkap setiap keluar dari kamar ini" cerita Mas Aries

"Baiklah kita atur dan kita harus keluar dari sini" kata Maya

"Tapi lewat pintu mana kita bisa keluar dari ruangan ini?" Tanya Netzer

"Sebentar lagi ketika terdengar terompet kapal, otomatis semua pintu terbuka sendirinya tepatnya jam 12 malam. Itu waktu mereka meneteskan ke kita air kehidupan ini, dan kita bisa melawannya cukup memukul tepat di dadanya" kata mas Aries

"Kita pura pura tidur saja, namun susahnya dari sini kita tak tau kapan kabut hitam itu muncul dan kalau kita sudah keluar kamar, mereka mengetahui kita tak ada disini otomatis kita akan terus diburunya, semoga nasib baik ada pada kita dan kabut itu segera muncul. Kabut itu muncul di tandai dengan gelegar petir bersahutan dan udara terasa pengap dan tidak ada udara sama sekali. Makanya banyak temanku juga yang meninggal karena kehabisan nafas saat mencoba kabur tapii tidak tau jalannya.Dan Saat itu kabut hitam akan muncul dan membentuk sebuah gelombang."Cerita mas Aries

***
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 14 Maret 2014

Sixth Sense

Original Story by apollo

Sejak kecil aku memiliki kelebihan melihat makhluk gaib, awalnya aku takut tapi seiring waktu kemampuan itu mulai hilang. Sekarang aku mulai menjalani kehidupanku seperti semula. Selayaknya remaja, aku memiliki banyak teman, bisa dikatakan cara bergaulku cukup baik. Aku pun mulai lupa bahwa aku pernah bisa melihat hal-hal menyeramkan.
Sebagai mahasiswa tingkat akhir di salah satu universitas swasta, aku ditunjuk sebagai panitia untuk kegiatan ospek. Aku pun menerimanya dengan senang hati, satu minggu sebelum acara itu dimulai aku dan beberapa temanku pergi untuk melihat kondisi vila tempat kami menginap nanti. Suasananya memang indah jika pada siang hari, tapi semua itu berubah 180 derajat ketika malam tiba. Kami disana cukup lama, karna selain melihat lokasi kami juga menyempatkan diri mengobrol dengan pengurus vila itu. Malam sudah sangat larut namun teman-temanku masih asik mengobrol dengan penjaga vila. Aku pun pergi keluar vila untuk merokok. Tak lama dari dalam vila seseorang ikut keluar dan menyapaku.
"Wah sendirian aja mas??", tanya orang itu.
Aku membalas pertanyaannya sambil tersenyum ramah.
"Iya pak, habis dingin disini", jawabku

"Kalau dingin kenapa diluar mas??", tanya orang itu lagi.

"Wah sambil ngebul sedikit pak, asem mulut kalau ga ngerokok", jawabku singkat.

Mendengar jawabanku itu dia tertawa, dan dia duduk menemaniku berbincang-bincang, aku pun mengurungkan niatku untuk merokok dan terhanyut dalam obrolan bersama orang ini yang ternyata adalah adik penjaga vila. Tak lama kami mengobrol dia permisi untuk kembali masuk ke dalam vila.
Meski tak lagi ada teman ngobrol aku kembali mengambil rokok yang tadi kusimpan.
Baru saja aku menyalakan rokok, di depanku terlihat seorang anak perempuan tengah menatapku sambil tersenyum, setelah ku perhatikan ternyata wajah anak itu sebagian hancur dan rusak. Meski takut, aku mencoba memberanikan diri dan mengacuhkan apa yang kulihat. Belum hilang rasa takutku karna hal tadi, sekarang terdengar suara tawa yang menyayat hati, makin lama suara itu semakin pilu dan membuatku merinding ketakutan, kumatikan rokok yang masih menyala ini dan langsung mengarah masuk dalam vila untuk bergabung dengan temanku yang lain. Tapi saat aku melangkah ada sepotong tangan menggenggam kakiku, spontan saja aku langsung berteriak dan berlari kedalam. Jantungku berdetak sangat kencang karna ketakutan yang kurasakan, aku tau ini bukan yang pertama terjadi, tapi sudah sangat lama aku tak melihat dan mengalami peristiwa menakutkan seperti ini.

Teriakanku tadi ternyata membuat semua teman-temanku berlari menghampiriku sambil bertanya tentang apa yang terjadi. Kuceritakan pada mereka semuanya, bahkan tentang kemampuanku melihat hal-hal mistis, tapi mereka malah menertawakanku dan berkata bahwa aku berbohong untuk menakuti mereka. Kesal dikira berbohong dan ditertawakan aku pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Disana ternyata ada adik penjaga vila, dia tersenyum sambil menhampiriku.
"Kok kelihatan kesal begitu mas??", sapanya.
"Habis saya ditertawakan sama teman-teman, padahal saya tadi benar-benar melihat hantu, saya heran kenapa mereka tidak percaya pada cerita saya", jawabku.

"Hahah, saya percaya kok mas, disini memang sering ada penampakan gitu", sahutnya.

"Serius pak??", tanyaku
"Iya mas, bahkan sudah terbukti mas bisa melihat makhluk gaib", jawabnya sambil tersenyum.
"Bapak tau darimana kalau saya tidak berbohong??", tanyaku.
Dia kembali tersenyum dan menjawab pertanyaanku.
"Karna kamu bisa melihat saya mas".

****
Powered by Telkomsel BlackBerry®

- Forgotten -

Written By Dark Venus

Entah sudah berapa lama aku berada di rumah yang kutempati. Mungkin sebulan, dua bulan, atau lebih?

Aku kurang nyaman, sebelumnya suasana rumahku terasa begitu tenang dan juga menyenangkan. Namun akhir-akhir ini, aku mulai merasa tidak kerasan lagi menempati rumah ini.

Kalian tahu?

Hahaha! Tentu saja tidak! Aku belum menceritakan kengerian-kengerian yang kurasakan selama beberapa waktu ini. Aku tak suka cahaya yang terlalu terang, sedikit remang lebih baik. Tapi ... lagi-lagi aku harus merasa jengkel, karena kini keadaan rumahku baik malam maupun siang selalu penuh dengan pencahayaan.

Aku hanya tinggal berdua dengan adikku, semenjak kedua orangtua kami meninggal beberapa tahun yang lalu. Aku yang merawat adikku, ia juga tak terlalu rewel atau menuntut banyak.

Ia tak lagi memiliki siapapun kecuali aku. Adikku sedikit idiot. Awalnya aku mengira karena ke-idiotan-nya maka ia sering berhalusinasi jika di dalam rumah kami ada seseorang--suara-suara bising--pun bebunyian lainnya, yang membuatnya setengah mati ketakutan. Ia akan berlari memelukku dengan erat dan terbata-bata ia berusaha melukiskan rasa takutnya.

Klontang!

Lagi-lagi bunyi berisik yang mengganggu! Apakah itu tikus atau makhluk lainnya?

"Hey, Steve. Hari sudah larut, kenapa kau belum juga tidur?" kataku pada adikku. Matanya begitu kuat untuk tetap terjaga. Jujur saja, aku hampir tak pernah melihatnya tertidur!

"A-aku ta-takut! Me-mereka a-ada di-di dalam ru-rumah."

"Ya. Tapi ada baiknya kita masuk ke dalam. Sampai kapan kau bermain di ayunan? Kau perlu beristirahat. Masuklah."

Steve menggeleng. Adikku benar-benar ketakutan. Ia sering mengatakan jika ia melihat seseorang terkadang melintas di depan pintu kamarnya. Bagaimana ia bisa melihat orang yang melintas? Yeah ... ia jarang menutup pintu seluruhnya. Itu sudah menjadi kebiasaan.

"Ha-hantu! A-ada ha-hantu!"

"Bulshit! Nggak ada hantu, iblis, ataupun makhluk halus lainnya di dalam rumah! Cepat masuk!" bentakku pada Steve. "Jika kau masih terus seperti ini, aku tak segan menguncimu di basement!" ancamku.

Steve menatapku sendu, ia akan sangat takut jika diharuskan terkunci semalaman di ruang gelap--pengap--kotor tersebut. Aku pernah menguncinya di sana selama berhari-hari. Ia tak kuberi makan ataupun minum. Ia kuperlakukan seperti itu karena aku kesal, tak ada alasan lain.

Akhirnya Steve mengalah dan beranjak masuk ke dalam kamar. Ia segera menaiki tempat tidurnya, menarik selimut, serta menutupi seluruh tubuhnya. Dasar pengecut!

***

"Aaaakkkhh!"

Astaga! Ada apa lagi ia berteriak bak kesetanan di tengah pagi buta?!

Tergopoh-gopoh aku lari menuju kamarnya. Aku tak menyalakan lampu kamar, aku langsung mendekati dan mendekapnya.

"Ada apa?"

"Di-di se-sebe-lah-ku, a-ada se-setan!"

"What the hell you said! Mimpi kau, Steve! Sudah kukatakan tak ada setan dan makhluk lainnya!"

Steve menunjuk sisi kanan tempat tidurnya. Kuperhatikan dengan seksama, memang terlihat seperti ada seseorang yang tertidur di sebelahnya. Selimut Steve bergerak naik dan turun, seolah sesuatu berada di dalam selimut dan bernafas dengan teratur.

Aku mencoba mengulurkan tanganku, berusaha membuka selimut, dan--

"Ka-kau li-lihat?!"

"Hah?!"

Seorang atau entah apa sebutan yang pas, mungkin sesosok gadis kecil berbaring memunggungi di samping Steve! Steve benar, memang ada setan rupanya! Aku harus membawa Steve keluar dari rumah sebelum membahayakan keadaan kami berdua.

"Se-setan!" kata Steve lagi.

"Cepat turun dari tempat tidurmu, kita harus pergi dari rumah ini. Kita akan meminta pertolongan dari tetangga. Aku tak percaya jika rumah ini kini menyeramkan!"

Aku menarik tangan Steve dengan kasar, kemudian mengajaknya berlari keluar meninggalkan kamar.

"Dengar! Rumah ini berhantu, Mark! Setiap malam aku melihat ayunan di teras belakang berderit dan berayun, padahal tak ada siapapun di sana!"

Astaga, suara teriakan itu kembali terdengar! Kali ini aku dan Steve melihat lagi 2 sosok setan lainnya. Dua setan dewasa, pria dan wanita. Kenapa mereka kini muncul? Sebelumnya rumah ini begitu tentram.

"Maggie, kita akan meminta Pendeta untuk melakukan pengusiran arwah yang masih tertinggal di dalam rumah ini,"

"Mark, Linda terkadang menjerit di tengah malam, kadang ia berkata jika ia melihat bayangan berkelebat di dalam kamarnya. Kau juga bodoh membeli rumah tanpa mengetahui riwayatnya!"

"Maggie, jangan menyalahkanku! Besok aku akan memanggil Pendeta. Jadi bersabarlah. Rumah ini dulunya ditempati sebuah keluarga dengan dua orang anak laki-lakinya. Kedua orangtua mereka tewas dalam kecelakaan. Dan salah satu anak laki-laki yang terbesar berusia 18 tahun, menderita penyakit kejiwaan akut. Ia membunuh adiknya yang berusia 10 tahun, sedikit idiot, di ruang basement. Setelahnya anak tertua itu mengakhiri hidupnya dengan menggantung dirinya sendiri. Mungkin mereka-lah yang masih berkeliaran tanpa menyadari jika mereka telah berbeda!"

"Tahu darimana kau?"

"Tetangga sebelah yang menceritakannya. Aku sengaja membeli rumah ini, selain besar, harganya juga murah,"

"Aku tak peduli dengan semua cerita itu. Aku mau rumah ini tenang!"

"Bersabarlah. Besok siang, aku akan menelpon Pendeta."

Percakapan yang kudengar, membuatku sedikit shock. Steve menatapku dengan tatapan tak paham. Aku hanya bisa diam dan menyadari segalanya. Pantas saja Steve ketakutan setengah mati pada ruang basement itu. Dan ... aku? Mungkin sudah seharusnya aku juga takut pada sesuatu yang akan menunggu kami siang hari nanti. Lalu, setelah itu kami akan tinggal di mana?

_End_
Powered by Telkomsel BlackBerry®

A, B, C, D

Aku berjalan menuju pintu basement dan membukanya, melihat ke bawah, ke dalam lubang berwarna hitam yang sangat familiar bagiku. Aku menjauhkan rambut pirang ku dari mataku, sehingga aku bisa menuruni tangga dengan hati-hati, memastikan agar aku tidak tersandung.

"Apakah kau percaya bahwa hari ini tepat tiga tahun aku bertemu denganmu? Tampak sudah begitu lama bukan, Patrick?" Aku mencapai dasar basement dan mengangkat tanganku; mencari rantai manik-manik yang akan menyalakan lampu. Tanganku menjelajah di udara selama beberapa detik sebelum aku merasa rantai logam yang dingin menyentuh jari-jariku. Aku memegangnya dan segera menariknya kebawah. Segera setelah kutarik, cahaya dari lampu neon yang tergantung di langit-langit, memenuhi ruangan itu.

Basement rumahku tidak dilengkapi dengan perabotan-perabotan. Itu hanyalah sebuah tempat dimana kami menyimpan barang-barang yang tidak kami perlukan. Menyadari bahwa sampah-sampah itu sudah menumpuk, kami mengadakan cuci gudang setidaknya sekitar dua puluh tahun yang lalu. Kami telah tinggal disini sepanjang hidup kami dan basement itu bisa menceritakan semua kisah hidup kami. Aku menatap boneka usang dan mainan-mainan rusak yang tergeletak di tepi tangga, barang-barang masa kecilku. Keadaan mainan-mainan itu sudah parah, sangat tidak mungkin untuk bisa bermain dengan mereka lagi, tapi aku terlalu menyayangi mereka sampai-sampai tidak tega membuangnya. Aku melangkahi tumpukan boneka tanpa kepala itu dan bergegas melewati kuda goyang yang setengah kepalanya telah hancur, serta tertutup noda coklat gelap yang kontras dengan seluruh tubuhnya yang berwarna putih.

"Saat aku menaiki kuda itu, aku merasa hari esok tidak akan ada! Apakah kau telah melihat foto ku saat masih bayi sedang menaiki kuda itu? Foto itu ada di mantel. Aku akan menunjukkan nya padamu nanti." Aku berjalan melewati rak-rak boneka teddy yang sudah usang dan berjalan ke arah tumpukan pakaian.

"Seperti nya kau telah menyadari bahwa ibuku adalah seorang yang sudah tua. Aku tidak berpikir bahwa dia telah membuang semua barang yang pernah kugunakan. Dia tetap menyimpan setiap mainan, setiap sepatu, setiap pakaian... Aku terkejut kenapa tidak ada segunung tisu bekas pakai yang harus kita daki!" Aku menerobos tumpukan pakaian masa kecilku yang berwarna merah dan hitam. Hanya merah dan hitam. Aku tidak pernah memakai pakaian berwarna lain. Warna lain tidak cocok untukku, tidak seperti merah atau hitam. Tapi merah adalah warna favorit-ku. Sebagian besar boneka ku memakai baju berwarna merah. Boneka teddy bear ku memakai pita berwarna merah. Dan aku harus memakai baju berwarna merah agar tampak sesuai dengan mereka. Warna yang terang, warna yang memabukkan. Aku berhenti didepan rak yang menyimpan pakaian-pakaian ku dari sekolah menengah pertama. Aku mendorong beberapa pakaian kesamping sampai aku menemukan pakaian yang kucari. Itu adalah sebuah gaun berwarna merah tanpa lengan dengan bintik-bintik hitam memenuhi gaun itu. Ditengah nya terdapat sebuah pita hitam yang diikat ke belakang. Aku melepas pakaian itu dari gantungan lalu mengangkatnya ke udara.

"Apa kau ingat ini? Aku memakai ini ketika bertemu dengan mu untuk pertama kalinya tiga tahun yang lalu. Kau mungkin tidak ingat, kalian para lelaki sering lupa. Hmmm... Aku ingin tahu apakah gaun ini masih cocok untukku." Aku membuka kancing belakang gaun itu dan perlahan-lahan memasukkannya dari atas kepalaku. "Sedikit sempit, tapi aku masih bisa memakainya. Hanya untukmu." Aku merapikan kembali rak pakaian itu dan berjalan ke arah kotak-kotak yang disusun tinggi menyerupai menara.

"Apakah kau ingat hari pertama kita bertemu? Tiga tahun yang lalu, hari pertama masuk sekolah. Hari pertamaku masuk ke sekolah umum. Aku tidak kenal siapapun. Dan kemudian aku melihatmu. Kau mengenakan kemeja dengan kancing biru dan celana khaki. Kau terlihat sangat tampan." Aku berhenti didepan kotak yang ditandai dengan huruf "P" berwarna merah. Aku menarik kotak itu keluar dari tumpukan kotak lain diatasnya yang ditandai dengan 18 huruf merah lainnya. Aku mengambil kotak itu lalu memindahkannya.

"Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darimu. Kau terlihat begitu tampan. Rambut pirangmu disisir kesamping, mata hijaumu yang cerah memancarkan kegembiraan ketika kau melihat temanmu. Kau terlihat begitu hidup, penuh dengan sukacita! Aku harus berbicara denganmu. Aku harus menjadi temanmu. Aku tahu kau akan memperlakukanku berbeda dari anak-anak lain." Sekarang aku sedang menghadap dinding batu yang tertutup debu dan lumpur kering. Ujung dari ruang basement ini. Aku tidak bisa pergi kemanapun. "Oh! Tempat yang harus kutuju..."

Aku meraih sekop yang tergeletak di dinding. Aku menaruhnya disana ketika aku berusia lima tahun, aku berpikir mungkin aku akan membutuhkan nya suatu saat nanti. Dan aku selalu membutuhkannya, pada saat-saat tertentu. Aku meletakkan kotak itu ke tanah dan berbalik ke arah sebaliknya. Aku menyenderkan punggungku ke dinding dan perlahan-lahan mulai berjalan ke depan, mondar-mandir, menghitung masing-masing langkah dengan sebuah huruf seperti yang selalu kulakukan sebelumnya.

"A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L. M. N. O... P!" Aku menggambar sebuah simbol "x" dengan telapak sepatuku di tanah. Aku melangkah mundur dan memasukkan sekop ke dalam tanah yang baru saja kutandai.

"Setiap gadis di kelas berpikir kau tampan. Kau seperti anak laki-laki yang cantik, Patrick. Pretty Patrick adalah sebutan mereka untukmu. Mereka berkata jika kau mengenakan sebuah gaun maka dengan mudah kau akan menjadi seorang gadis. Tidak. Kau terlalu tampan untuk berubah menjadi seorang gadis." Saat aku menggali lebih dalam, tanah dibawah kakiku berubah menjadi lebih lunak. Tanah yang keras segera berubah menjadi lumpur yang lembek, hal itu memudahkan ku dalam pekerjaanku. Jauh lebih mudah untuk mendapatkan apa yang kuinginkan.

"Pada akhirnya, aku tidak mengatakan apapun padamu. Tak sepatah katapun. Menurutku, semua itu tidak dapat diterima. Jadi, ketika aku melihat mu berjalan kearah rumahku, aku memutuskan untuk berjalan bersamamu. Oh, kita langsung akrab! Kita seperti dua butir kacang polong. Kau suka warna biru dan aku suka warna merah. Aku suka kucing, tapi kau alergi padanya. Makanan favorit mu adalah pizza, tapi aku suka makanan yang mengandung laktosa. Seiring berjalannya waktu, kita bertambah akrab!"

GEDEBUK. Bagian logam dari sekopku telah memukul sesuatu. Aku berhenti dan melempar sekop keluar dari lubang yang telah kugali di sekelilingku. Aku berlutut dan mulai menggali tanah yang menghalangiku untuk melihat apa yang kucari dengan tangan.

"Ketika kita sampai dirumahku, aku memintamu untuk masuk dan bermain bersamaku. Dan kau setuju, jadi aku menggiringmu kedalam kamarku. Tapi, ketika kau melihat boneka-boneka ku, boneka tanpa kepala yang indah itu... Kau menyebutku aneh. Orang aneh! Sama seperti yang lainnya! Kau tidak baik dan manis seperti orang-orang bilang. Kau jelek! Kau jelek dan suka menyakitiku! Sama seperti yang lainnya! Dunia tidak membutuhkan orang sepertimu. Kau mencoba untuk melarikan diri. Untuk keluar... Sama seperti yang lainnya. Tapi kau... Kau tersandung. Itu benar, kau tersandung dan jatuh tepat diatas kuda goyangku. Kau terjatuh empat kali. Tidak ada yang bisa kulakukan." Akhirnya, galianku mencapai sebuah peti kayu. Aku mengulurkan tangan keluar dari lubang dan meraih kotak yang ditandai dengan huruf "P" merah. Aku membukanya dan mengeluarkan seikat kliping koran tentang seorang anak berusia duabelas tahun yang hilang. Lalu, aku membuka peti kayu itu. Aku menatap sebuah gambar anak laki-laki cantik dengan rambut pirang yang indah dan matanya yang hijau, beralih dengan melihat isi peti itu. Sekarang, sebagian rambutnya telah hilang. Matanya telah dimakan cacing dan belatung. Kulit yang telah membusuk itu mengerut, hampir memperlihatkan barisan tulang-tulangnya. Aku tersenyum.

"Sekarang kau tidak cantik lagi kan?" Aku berdiri diatas peti itu, melihat sekilas kliping di genggamanku, lalu kembali melihat sisa-sisa sesuatu yang berada di dalam peti. Aku meletakkan kliping itu kembali kedalam peti, menutup peti itu, lalu menutup lubang itu kembali. Saat selesai, kuletakkan sekop kembali ke tempat semula dan berjalan menuju ujung basement. Aku meletakkan kotak yang ditandai dengan huruf "P" kembali ke rak, diantara kotak yang ditandai dengan huruf "O" dan "Q". Berjalan menuju rak pakaian dan melepas gaun yang kukenakan, menempatkannya kembali ke gantungan diantara pakaian berwarna merah lainnya. Aku memanjat tumpukan mainan lama dan berhasil sampai di tangga. Lalu berusaha meraih rantai lampu yang telah kunyalakan satu jam sebelumnya. Aku mematikan lampu dan berjalan menaiki tangga.

"Selamat malam, Patrick. Sampai jumpa tahun depan."
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Picture Day

Source: creepy? or not?
-Jason-

Kuhela nafas perlahan, mencoba menenangkan diri. Kubenahi rambutku yang agak sedikit acak-acakan. Reputasiku salah satunya bergantung pada foto ini; sesuatu yang akan mewakilkan keabadian dariku, semua kenangan tentang diriku. Aku terjaga penuh malam sebelumnya, mencari pose terbaik yang akan kupamerkan nantinya. Akankah sebuah senyum klasik ataukah tampang wajah serius, yang akan mewakilkan keseluruhan diriku secara tepat? Atau mungkin seharusnya aku tampil garang sehingga jauh lebih mengesankan?

Sebelum aku sampai pada kesimpulan mana yang terbaik, blitz menyala, membuatku silau. Kukerjapkan mata beberapa kali untuk meredakan efek silau, kekecewaan menyeruak di dada. Aku yakin hasilnya tidak sesuai dengan yang kubayangkan.

"Maaf," ujarku sopan pada juru foto. "Bisa kita ulangi sesi pemotretan?"

Petugas polisi tidakmengucapkan sepatah kata pun. Dia bahkan tidak berani beradu pandang denganku.

***
Powered by Telkomsel BlackBerry®

FRIENDS

Retold an Translated by -Jason-
Source : creepypasta.com
Credit To – Vish P

Aku tidak begitu ingat dengan masa kecilku, seperti kebanyakan orang. Kenangan-kenangan itu selalu samar dan nampaknya apa yang kita "ingat" kemungkinan hanyalah kepingan kenangan yang tidak lengkap. Kita tidak bisa melakukan banyak hal mengenai itu, dan biasanya meyakinkan diri bahwa ingatan yang ada memang selalu benar. Ingatan pertama yang kupunyai adalah saat berumur lima tahun. Aku tidak begitu yakin apakah kenangan ini nyata atau tidak, namun saat itulah kupikir aku bertemu dengan Michael. Aku tidak pernah punya teman, maka aku begitu girang saat bertemu dengannya. Dia memanggilku, Jack, dan aku menyukainya. Walau tidak ingat dengan pasti saat bertemu dengannya pertama kali, tidak ada keraguan bahwa kami segera terjalin dalam sebuah ikatan kuat pertemanan.

Aku tidak akan membuat kalian bosan mengenai rincian apa yang kami lakukan setiap harinya pada tahun yang telah lewat, namun secara garis besar akan kuceritakan beberapa hal yang kami lakukan, untuk meyakinkan kalian –bahkan yang paling skeptis sekali pun- mengenai persahabatan kami.

Michael, seorang bocah dengan sikapnya yang terkadang menyerupai perempuan, tidak mempunyai terlalu banyak teman di sekolah. Dia kerap menjadi obyek pembullyan, dan kebanyakan hari-harinya sepulangnya sekolah diwarnai dengan acara minum teh bersamaku, sementara dia berkeluh kesah mengenai penderitaannya untuk meringankan beban. Teh tersebut, tidak seperti kata-kata penghiburan dariku, jauh lebih berhasil. Hal favorit lain darinya adalah memotong rambutku. Dia akan menggunting rambutku dengan berbagai macam gaya berbeda, dan aku sangat menikmati model-model potongan rambutnya. Beruntung baginya, rambutku tumbuh dengan begitu cepat sehingga dia mempunyai kesempatan untuk mengganti gaya dengan lebih sering.

Hanya ada satu hal yang selalu menghalangi hubungan kami. Jangan berpikiran buruk dulu, aku dan Michael benar-benar tidak memiliki perasaan lebih satu sama lain. Hal itu adalah orangtuanya. Kupikir mereka tidak menyetujui anaknya berteman denganku, dan sungguh aku tidak mengerti alasannya walau pun telah kucoba.

Semua itu tidak hanya penolakan, aku mulai berpikir bahwa mereka membenciku. Semakin lama persahabatn kami terjalin, semakin buruk keadaan yang ada. Sungguh menyakitkan walau hanya memikirkannya, maka aku tidak akan mengoceh panjang-panjang mengenai semua itu.

Hubungan kami semakin erat, namun hancur begitu saja dua tahun berikutnya. Michael menjadi seorang pemain football yang selalu duduk di kursi utama, dan aku masih sama seperti sebelumya; payah dan benar-benar tak berdaya saat harus mengikuti atletik.

Dia mempunyai banyak teman baru dan mulai abai terhadapku. Sungguh menyakitkan! Terutama karena sebelumnya aku selalu ada untuknya saat masa-masa menyakitkan itu menimpanya. Pengabaiannya merupakan hal terakhir yang pernah terlintas dalam kepalaku, dan hal itu sungguh menyakitkan. Aku merasa sangat kesepian, seolah tidak ada satu pun orang tersisa di dunia untukku.

Saat aku duduk di pojokan kamar dan menulis semua ini, aku melihat Michael dan teman-temannya menonton TV. Terkadang aku merasa dia menyadari keberadaanku dan menatap ke arahku, namun aku jauh lebih paham. Kini kupahami takdirku: dia menciptakanku, namun lupa untuk melenyapkanku.


*****
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Can't You Wait For me?

Genre: Horor Romance

Written By Dark Venus

Di bawah guguran pohon oak, aku selalu menunggumu. Bahkan musim pun berganti musim. Kau tak pernah tahu, betapa aku selalu menanti--di sisi jalan--yang sama untuk dapat menujumu.

Aku berjalan menyusuri sepanjang jalan, dengan sebuah gitar terpanggul di punggungku, sebatang rokok yang hampir habis kuhisap perlahan--membayangkan wajahmu.

***

Kansas, 21st January 1966

"Gena, jika aku harus pergi apakah kau akan menungguku?" ujarku seraya menatap wajah sendumu. Mata biru laut, bibir tipis, hidung bangir, dan pipi yang selalu merona bak buah plum di musim semi membuatku tak bisa berpaling darimu, Gena.

"Jason, aku tak pernah bisa bahkan sekedar berpikir dalam pikiranku untuk jauh darimu saja akupun tak sangup," mata Gena semakin sayu--berkaca-kaca.

Aku hanya bisa menenangkannya dengan mengusap kepalanya dengan lembut dan mengecup dahinya. Aku pasti kembali, honey.

"Aku pasti kembali, aku janji sebelum ulang tahunmu ke-17. Aku ... harus pergi, percayalah aku akan kembali dan tiba pada tujuan kita," ujar seraya mengusap lembut kedua pipinya.

"Jason, berjanjilah. Aku ingin kau mengenakan kalung ini, jika aku dalam keadaan baik-baik maka takkan ada yang terjadi, sebaliknya akan putus jika terjadi sesuatu padaku." Gena mengalungkan sebuah kalung berliontin kunci di leherku.

"Aku harus pergi, aku akan datang saat kau berulang tahun," janjiku padamu.

***

Aku disini, Gena.

Aku telah tiba di depan rumahmu. Tak ada siapapun yang menyambutku. Rumahmu terlihat sepi--kusam--hampa. Kemana kau? Hanya beberapa bulan aku meninggalkanmu, semuanya telah berubah. Pekarangan rumahmu pun begitu kering, tanaman mawar yang senantiasa kau rawat, layu--kering--mati. Gena ... Lihat, kalung dan liontin ini masih utuh padaku, sama seperti sebelumnya. Aku ingin kau melihatku, jika aku baik-baik saja.

Ceklek!

Kau benar-benar ceroboh, mengapa kau tidak mengunci pintu rumah? Bagaimana jika ada seseorang yang berniat jahat kepadamu?

Aneh ... Banyak yang benar-benar telah berubah di dalam rumahmu. Sofa-sofa yang biasa kita duduki sambil bersenda gurau, terlihat tampak tua dengan koyak di beberapa bagian.

Aku melihat sebuah pigura foto, itu fotoku! Kau menyimpannya dengan baik. Aku kembali Gena, hari ini adalah hari ulang tahunmu, merantau di kota lain tetap tak membuat rinduku kepadamu menghilang.

Gena ... Kau di mana? Ke mana perginya orang-orang di dalam rumahmu, mengapa sejak tadi tak ada seorangpun?

Sebaiknya aku menunggumu di luar rumah, siapa tahu kau sedang pergi dan setelah kembali, kau bisa langsung melihatku.

***

"Bagaimana keadaan pemuda itu, apakah tak bisa dilakukan tindakan operasi?"

"Tampaknya tak bisa tertolong, Dok, pendarahan terlalu banyak. Dia korban tabrak lari. Ada saksi yang mengatakan jika, dia tertabrak sewaktu melintas di zebra cross, pengemudi mobil adalah orang mabuk"

"Sudah berapa jam tak sadarkan diri?"

"Semenjak tiba, hampir 4 jam. Tak ada identitas diri yang bisa membuat dirinya dikenali. Wajahnya hancur, dia terlempar beberapa meter dan terhantam keras di aspal."

"Bagaimana memberitahu keluarganya jika kita tak tahu identitas dirinya. Apalagi jika sampai meninggal."

"Jika beberapa lama tak ada yang mencari, tubuh korban jika meninggal akan dijadikan sebagai bahan praktek para calon dokter."

***

"Sungguh menyedihkan nasib Gena. Sampai usia 65, dia tetap setia menanti Jason yang tak pernah kembali."

Aku mendengar suara beberapa orang dari samping rumahmu, honey. Aku mencoba mencuri dengar percakapan mereka tanpa mendekat, tampaknya mereka membicarakanmu.

"Dia di makamkan tanpa kehadiran sanak saudara, dia tak pernah menikah dan selalu menunggu. Gadis bodoh itu benar-benar naif, Jason tak pernah kembali menemuinya karena mungkin telah menikah dengan gadis lain. Tak ada cinta jaman sekarang!"

Pemakaman? Siapa yang dimakamkan, mereka menyebut-nyebut namamu.

Tunggu ... Apa mungkin aku salah bulan dan tanggal?

Aku berlari kecil ke dalam rumahmu. Aku menemukan puluhan kalender yang tergeletak di meja makan. Kau melingkari setiap bulan Februari tanggal 19, dan ... Jumlah kalender itu bertotal 48 buah. Terakhir kau melingkari sebuah kalender di tahun 2014, tanggal 19, bulan Februari. Apa maksud semua ini? Aku benar-benar tak mengerti, honey.

Aku ... Ingin memberimu kejutan. Begitu banyak kesulitan yang kutemui ketika dalam perjalanan pulang, kini aku harus menghadapi suatu hal yang tak kupahami. Kita sudah hampir bertemu, kau di mana Gena!

Siapa yang dimakamkan, siapa!

Bukankah aku sudah mengatakan, aku akan kembali? Kenapa kau meninggalkanku, Gena?

Pluk!

Liontin serta kalung yang kukenakan--pemberianmu--terputus dari leherku.

Gena ... tak bisakah kau menungguku, sekali lagi?

-end-
Powered by Telkomsel BlackBerry®

A Little Piece Of Heaven Part 1

Saya akan post cerita dan bertemakan lagu a7x "A Little Piece Of Heaven" ,saya membagi ini menjadi 2 cerita,sebelumnya ada member yang request ini dan kebetulan saya adalah the falen ,ini tidak terlalu mengerikan tetapi malah agak romantis ,dan tokohnya saya namai sendiri
Lets ,wish you enjoy this story

Os by : Yosua

***

A Little Piece Of Heaven part 1

"Before the story begins, is it such a sin,
for me to take what's mine, until the end of time
We were more than friends, before the story ends,
And I will take what's mine, create what God would never design"

Hai perkenalkan namaku Richard ,aku terlahir di mc lean,virginia ,aku mempunyai seorang pasangan bernama , Vania ,ia wanita yang cantik ,kami sudah menjadi pasangan selama sekitar 4 tahun. Dia selalu menolak saat aku mengajaknya untuk menikah. Aku akan menceritakan semua kisah kami kepadamu.

______________________________________________________________________________________________________________
"Almost laughed myself to tears,
(ha hahahahaha)
conjuring her deepest fears
(come here you fucking bitch)"

Hubungan kami baik baik saja sampai pada suatu hari saat aku mengajaknya makan malam bersama ku di rumahku ,
aku berniat akan mengajaknya menikah untuk yang kesekian kali.
Aku berkata pada nya, "Vania tunggu sebentar ,aku akan mengambil sesuatu di kamarku.'" Ia menjawab sambil tersenyum simpul, "Baiklah."
Aku mengambil cincin emas bermatakan permata seharga 100 USD , lalu aku kembali ke ruang makan.
Aku berlutut dihadapannya dan berkata sambil tersenyum , "Vania ,sudah berkali kali aku berkata ini padamu. Mau kah engkau menikah denganku?" Ia berdiri ,tersenyum dan berkata "Maaf Richard ,aku tidak tahu harus bagaimana ,tetapi maafkan aku jika aku harus menolak permintaanmu untuk kesekian kali ,karena aku belum menggapai semua impianku." Sungguh sangat sedih saat mendengar pernyataan itu , aku sedih dan juga kesal karena sudah berkali kali dia menolak ini ,maka aku berdiri dan langsung saja aku memukul kepalanya dengan keras dan dia pingsan. Aku mengikatnya dikursi dan menutup semua jendela dan pintu , pergi ke dapur mengambil pisau ,dan kembali ketempat dimana aku mengikatnya, menunggunya terbangun dari pingsan saat aku pukul.

______________________________________________________________________________________________________________

"Must have stabbed her fifty fucking times,
I can't believe it,
Ripped her heart out right before her eyes,
Eyes over easy, eat it, eat it, eat it"

Saat dia terbangun,aku mendekatkan wajahku ke wajahnya ,dan berkata padanya, "Hai Vania ,aku sangat mencintaimu kau juga begitu,tetapi mengapa kau menolak tawaran ku ,ini bukan pertama kalinya kau menolak ,sudah berkali kali kau menolak." Ia tidak bisa menjawabnya karena aku menyumpal mulut nya dengan kain. Kemudian aku berkata, "Sudahlah aku tidak mau basa basi lagi ,aku ingin menjadikanmu milikku selamanya." Langsung saja aku menikamnya. Sekali. Dua kali. Bahkan berkali kali. Aku sungguh sangat gila. Aku berhenti sejenak dan merobek kulitnya, mengambil hatinya. Pikiran gila ku melintas dikepalaku berkata, "Makanlah itu." Aku memakannya dengan lahap. 'Sungguh enak sekali,' pikirku. Aku membawa jasadnya ke kamarku dan meletakkan nya dikasur ku. Mengukir senyum dimulutnya yang penuh kengerian.

_____________________________________________________________________________________________________________

"he was never this good in bed even when she was sleeping
now she's just so perfect I've never been quite so fucking deep in
it goes on and on and on,
I can keep you looking young and preserved forever,
with a fountain to spray on your youth whenever

'Cause I really always knew that my little crime
would be cold that's why I got a heater for your thighs
and I know, I know it's not your time
but bye, bye
and a word to the wise when the fire dies
you think it's over but it's just begun
but baby don't cry"

______________________________________________________________________________________________________________

"Now possibilities I'd never considered,
are occurring the likes of which I'd never heard,
Now an angry soul comes back from beyond the grave,
to repossess a body with which I'd misbehaved
Smiling right from ear to ear
Almost laughed herself to tears

Must have stabbed him fifty fucking times
I can't believe it
Ripped his heart out right before his eyes
Eyes over easy, eat it, eat it, eat it"

Aku sangat lelah sekali setelah menggauli jasadnya yang sangat sempurna itu. Aku meletakkan jasadnya yang indah itu didalam lemariku , lalu aku pergi ke ranjangku dan menonton tv sambil mendengarkan musik. 'oh sialan tv ku rusak,' kataku dalam hati. Kemudian aku pergi ke belakang tv ku mencari kesalahan pada tv sialan ini. Saat sedang mencari aku mendengar lemariku berderak sendiri. Aku penasaran. Aku mendekati lemari ku dan membukanya. Dari dalam lemari jasad Vania menyerangku. Dengan gesit aku menendangnya sampai terjatuh. Tapi dia bangkit lagi layaknya zombie ,aku mengambil pemukul baseball dan memukul tepat dikepalanya.

****

Tunggu lanjutannya ya (з'ں'ε)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Regret

Source: Readifyoudare
Retold and Translated by –Jason-

Pemakaman adikku diadakan pagi ini. Dia masih begitu kecil, sungguh gadis cilik yang kekanakan. Masih terlalu awal rasanya untuk meninggalkan dunia dalam umur yang begitu muda. Walaupun bodoh, namun sungguh tidak layak baginya untuk pergi dengan cara seperti itu: tergilas mobil dan terseret sekian meter, menurut penuturan saksi. Mereka tidak mengijinkan kami untuk melihat mayatnya.

Aku belum mengatakan pada ayah dan ibu bahwa sebenarnya, semua itu adalah tindakan bunuh diri. Bagaimana pun, aku harus mengatakan pada seseorang mengenai hal ini sebab tak ada seorang pun yang percaya perkataan pengemudi itu. Pria malang itu mengatakan bahwa adikku meloncat tiba-tiba saja kearah mobilnya. Hidup seorang pria tak berdosa baru saja dihancurkan oleh keegoisan adikku.

Kukatakan pada adikku bahwa dirinya sungguh egois, dan dia akan menyesalinya. Namun sejujurnya, aku tak mengira dia akan menyesal. Kupikir dia masih terlalu muda untuk memahami konsekuensi atas sesuatu yang begitu serius, seperti apa yang telah dilakukannya. Namun rasa bersalah menderaku, sungguh tak terperi. Aku tidak ada disisinya saat dia membutuhkanku, seharusnya aku ada untuknya.

Seharusnya aku membantunya, namun tidak kulakukan.

Aku tak tahu apakah bisa hidup dengan menanggung semua rasa bersalah ini, mungkin adikku memang telah mengambil jalan terbaik. Bagaimanapun, tidak ada seorang pun yang perduli dengan masalahnya, termasuk aku.

Namun ternyata, aku benar untuk satu hal: dia memang menyesali tindakan bodohnya. Aku mendengarnya terus menangis dari dalam peti mati sepanjang perjalanan menuju pemakaman.

***
Powered by Telkomsel BlackBerry®

The Dark

Credit to: Readifyoudare

Diperkirakan bahwa setiap saat, sekitar 5 sampai 10 persen dari lapangan pandang manusia adalah berupa bayangan. Kegelapan. Sisi tak terjamah. Segalanya yang tak diketahui.

Bayangkan bagaimana rasanya untuk hidup dalam bagian kelam ini. Dalam celah antara rak buku dan dinding, renggangan antara lemari dan lantai. Seperti apa rasanya kira-kira, hidup dalam gelap dan kehampaan yang terus membuntuti? Untuk tahu bahwa semua itu merupakan tempat kita berada, dan selamanya akan seperti itu. Untuk selalu sendirian, tak bisa pergi, tanpa hal lain yang menemani kecuali fantasi terkelam dari pikiran masing-masing. Akankah kegelapan akan menelan kita menuju dimensi asing penuh melapetaka? Ataukah kemudian kita akan berusaha mencari jala untuk bisa lepas dari kegelapan tersebut, menuju sisi yang jauh lebih terang?

Berpikir mengenai hal itu, aku cukup bisa mengerti kenapa saat malam tiba –dimana gelap yang hitam mulai mendominasi- rumahku mulai mengeluarkan suara-suara deritan samar yang aneh dan terasa seperti hidup. Tidak heran kenapa pada saat malam yang gelap seperti ini, aku mulai merasakan tatapan dari mata-mata yang seperti menelanjangiku. Tidak heran kenapa kita kerap mendengar kejadian mengenai seseorang yang mati dalam tidurnya. Sebab pada saat seperti inilah, saat malam yang hitam datang, sosok-sosok yang kerap kita sangkal keberadaannya menjadi begitu berkuasa.

Dan kupikir cahaya dari monitor laptop, TV, PC, layar ponsel atau cahaya lain yang mengintip dari jendela, tidak akan cukup untuk menghalau sesuatu yang baru saja merangkak di depan kaki kanan kalian.

***
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Intro

Original story by apollo MMULD

Suatu hari aku dipanggil oleh beberapa orang untuk datang ke perkemahan.

Aku datang lebih dahulu dari mereka ditempat yang sama seperti beberapa waktu lalu oleh sekelompok orang yang berbeda, tentu saja aku bermain-main dengan mereka sampai mereka menemaniku.

Tak lama satu persatu dari mereka mulai datang, dan tampak salah satu dari mereka membawa boneka yang mereka janjikan padaku. Tak mau mengulur waktu lagi, aku bergegas untuk kesana. Pada malam harinya salah satu dari mereka bercerita seram untuk menakuti teman-teman yang lain, sedangkan aku hanya berani melihat mereka dari dekat tenda sampai mereka memanggilku. Anehnya tidak sedikitpun rasa takut terpancar dari wajah mereka saat mendengar cerita itu. Akhiirnya mereka memanggilku dan mengajakku untuk bergabung bersama mereka, dan memintaku bercerita tentang diriku. Jadi kuceritakan saja pada mereka semua hal yang mereka ingin tau sambil tersenyum manis seperti yang biasa kulakukan.

"Perkenalkan, namaku Annie, aku tewas dibunuh oleh ayahku beberapa waktu lalu, setelah memanggilku maukah kalian ikut bermain bersamaku seperti mereka yang tergantung di pepohonan itu?? Tentu saja aku akan sangat bahagia jika kaliian mau"
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Lamaran

Suatu malam ada seorang laki-laki yang cukup tampan datang kerumahku, dia mengaku telah 4 bulan berpacaran dengan anakku yang bernama Rina dan sekarang ingin melamarnya.

Aku hanya menatap dalam pada wajah laki-laki itu dan diam sesaat.

"Nak taukah kamu bahwa rina sebenarnya sudah meninggal setahun lalu", kataku.

Mendengar apa yang ku katakan laki-laki itu justru tersenyum sambil berkata :

"Tidak masalah om, karna saya juga baru meninggal 7 bulan lalu"

Aku pun menyahut, "Ooh berarti sama, saya juga baru meninggal 3 jam yang lalu"

****
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Freak Show

Source: Creepyghosttales
Retold and translated by –Jason-

Ella baru saja menggigit gula-gula kapas miliknya saat kemudian melihat sebuah tenda reyot dan sepi yang berada di pojokan area sirkus. Dia telah mondar-mandir di depan tenda tersebut sebelumnya tanpa ketertarikan sedikit pun. Cahaya terang dan berbagai lampu dari atraksi lainnya menerangi keberadaan tenda tersebut. Pada atapnya terdapat sebuah papan kayu sederhana yang ditulisi dengan tulisan tangan berbunyi "Pertunjukan Manusia Aneh." Melihatnya, Ella menjadi begitu tertarik untuk memasukinya. Tanpa kecurigaan sedikit pun, gadis cilik ini berjalan menuju pintu masuk. Keadaan di dalam tenda sungguhlah gelap, namun saat kemudian matanya telah beradaptasi, dia mendapati dirinya tengah berdiri di hadapan empat sosok manusia dengan keadaan yang sangat mengerikan.

"Tak perlu takut, gadis kecil," kata seorang wanita dengan tubuh dipenuhi benjolan-benjolan menjijikan. "Aku adalah Wanita Tumor. Pria di sebelah kirimu dengan tubuh bersisik hijau adalah Pria Ular dari Afrika. Bocah dengan tubuh seperti papan yang membengkok itu dijuluki Manusia Bengkok. Orang kerdil tanpa kaki yang berjalan dengan tangannya disana, terkenal dengan sebutan Tuan Setengah Badan, dan ada juga gadis dengan sebutan Gadis Cilik Tanpa Wajah."

Merasa bingung, Ella menyisir seluruh isi ruangan. Dia tidak melihat keberadaan seorang gadis. Dia hanya mendapati empat orang saja. Ella merasa bahwa mungkin dirinya kurang cermat mengamati, atau mungkin gadis tersebut memang merupakan bagian dari pertunjukan dimana kelebihannya adalah mampu menyembunyikan diri dengan sangat sempurna.

"Tapi aku tidak melihat adanya Gadis Cilik Tanpa Wajah. Dimana dia berada?" tanya Ella.

Wanita tumor kemudian mengambil sebilah pisau dari balik jubahnya dan meletakkan ujung runcingnya pada batas rambut Ella. Dia menekannya dengan sangat kuat sehingga darah kental mulai mengalir dengan deras membasahi alis Ella.

"Oh, sebentar lagi dia datang."

Ella menjerit, namun suaranya tenggelam dalam riuh rendah atraksi sirkus lainnya.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Real Dolls-

Source : creepypasta

Credit to Jd2456

Translate by Crecent-

Beberapa hari yang lalu aku menemukan sebuah foto yang mengajak ku kembali ke era 1800-an. Itu adalah foto dari beberapa kerabatku yang hidup di masa itu. Mereka adalah keluarga kelas menengah.

Hal ini membuatku bertanya-tanya, mengapa orang-orang dalam foto itu terlihat begitu tidak bahagia, tanpa emosi, tanpa nyawa, dan hampa. Sekarang aku yakin, beberapa dari kalian pasti berpikir, "Oh, pasti karena butuh waktu lama untuk mengambil foto-foto itu." Well, ya benar, tapi kau kehilangan satu detail kecil. Pada saat itu, sangat mahal untuk bisa mendapatkan sebuah foto, itulah mengapa hanya keluarga dari kelas-kelas atas yang kebanyakan punya foto keluarga.

Jadi, itulah mengapa kebanyakan foto berasal dari keluarga kelas atas dan menengah. Well, bayangkan apa yang akan terjadi, jika setelah kau meninggal mereka akan mendandanimu dan membuatmu terlihat bagus dan rapi. Hal ini biasanya dilakukan sebelum pembekuan itu terjadi. Hal ini dilakukan agar mereka bisa membuatmu berpose layaknya boneka. Mereka kemudian akan mengambil fotomu, dan setelah selesai, mereka akan mengirimmu pergi untuk dikubur.

Kembali ke pertanyaan tadi, mengapa orang-orang dalam foto itu terlihat begitu tidak bahagia, tanpa emosi, tanpa nyawa, dan hampa. Well, itu karena mereka memang tidak bernyawa. Pada saat foto-foto itu diambil, mereka sudah mati.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Peti Mati

Source : Yahoo
Translate by Crecent-

Pada suatu malam yang suram, seorang pria sedang berjalan pulang sendirian, ketika dia mendengar suara di belakangnya:

BUMP...

BUMP...

BUMP...

Berjalan lebih cepat, dia berbalik ke belakang, melihat menembus kabut, dia melihat sebuah peti mati dengan posisi tegak membenturkan bagian bawah nya ke jalan lalu melompat ke arahnya.

BUMP...

BUMP...

BUMP...

Karena ketakutan, pria itu mulai berlari menuju rumahnya, peti mati itu meloncat cepat di belakangnya.

LEBIH CEPAT...

LEBIH CEPAT...

BUMP...

BUMP...

BUMP...

Dia berjalan ke arah pintu rumahnya, memilah kunci-kuncinya, membuka pintu, bergegas masuk, membanting lalu mengunci pintu di belakang nya. Namun, peti mati itu menabrakan tubuhnya ke pintu, dengan tutup peti yang bergantian buka-tutup (seperti bertepuk tangan)...

Tepukan-BUMP...

Tepukan-BUMP...

Tepukan-BUMP...

... Pada heels nya.

Pria yang ketakutan itupun berlari... Bergegas ke lantai latas, pria itu mengunci dirinya di dalam kamar mandi. Hati nya berdebar-debar... Kepala nya terhuyung-huyung... Nafas nya terengah-engah. Dengan suara "CRASH" yang nyaring, peti mati itu menghancurkan pintu kamar mandi.

... Suara ketukan dan tepukan berjalan ke arahnya.

Pria itu berteriak dan meraih sesuatu, apa saja, tapi semua yang bisa dia temukan hanyalah sebotol obat batuk sirup! Putus asa, dia melempar sebotol obat itu ke arah peti mati...

Dan...

Peti mati itu berhenti...
Powered by Telkomsel BlackBerry®

The Webster Culling

Source : Readifyoudare

Keluarga Webster pindah ke rumah baru pada awal Desembe 1964.

Mike Webster, 32 tahun.

Meryl Webster, 23 tahun.

Katrina Webster, 8 tahun.

Kaylee Webster, 7 tahun.

Charlie Webster, 5 tahun.

Dua hari setelah menempati rumah baru, dua gadis Webster mengatakan ada hal-hal aneh yang erjadi dalam rumah pada orangtua mereka. Mereka mengatakan bahwa sang adik -Charlie- kerap mengiagu saat tidur mengenai seseorang yang tinggal di dalam kotak mainan.

Kotak mainan itu sendiri sebelumnya merupakan sebuah peti tua yang didapat dari sebuah pasar loak, yang kemudian digunakan untuk menyimpan mainan.

Meryl menanyakan seperti apa sosok pria yang ada di dalam peti keesokan harinya saat sarapan pada Charlie.

Charlie hanya menjawab pendek: "palu dan paku."

Saat ditanya lebih lanjut, Charlie tidak mengatakan hal lain kecuali dua hal tersebut mengenai pria yang ada di dalam peti.
Setelah beberapa hari kemudian, Charlie hanya mengatakan hal yang sama tersebut sepanjang hari. Tidak ada yang lain.

"Palu dan paku," gumam Charlie saat ditanya menu apa yang dia mau untuk sarapan. "Palu dan paku."

Tepat pada malam ke-empatbelas setelah pindah, Mike dan Meryl terbangun saat mendengar jeritan dari ketiga anaknya. Kedua orangtua itu segera bergegas berlari menyusuri lorong pendek menuju kamar anak-anaknya. Saat Mike hendak menyalakan lampu, lampu tidak bisa menyala.

Kedua orangtua dari keluarga Webster bersumpah bahwa mereka mendengar bisikan dalam suara berat dan dalam, "palu dan paku."

Lampu di ruangan berkedip beberapa kali sebelum akhirnya menyala. Gambaran yang ada di foto, terpampang di hadapan pasangan Webster di malam pada tahun 1964 itu.

Apa yang dicari sebagai pemecahan masalah oleh pihak berwajib, masih menjadi sebuah misteri tak terungkap sampai sekarang.

Gambar yang ada merupakan foto yang diambil di TKP. Sebagai catatan penting adalah foto palu yang berada di atas kotak mainan. Palu ini tidak terdaftar dan tidak ditemui dalam kotak maupun daftar bukti di kepolisian. Dan pasangan Webster maupun polisi tidak pernah melihat palu tersebut berada di TKP. Seolah-olah muncul begitu saja dalam foto.

Walaupun dalam foto, ketiga anak tersebut digantung, namun bukan itu penyebab kematian mereka. Penyebab kematian dari ketiganya adalah paku yang dipalukan menembus tengkorak bagian belakang kepala mereka.

Bocah laki-laki di ujung kanan dari foto adalah Charlie, dan disinilah misteri yang ada semakin membingungkan.
Dua gadis cilik di sebelah kiri Charlie bukanlah gadis dari keluarga Webster. Kedua gadis Webster menghilang pada malam itu dan dua gadis tak dikenal dibunuh di kamar tidur tersebut.

Dua gadis keluarga Webster tidak pernah ditemukan, dan dua gadis yang muncul di rumah Webster tidak pernah berhasil diidentifikasi.

***
Powered by Telkomsel BlackBerry®

• Crematorium •

Pamanku memiliki sebuah funeral house (rumah/tempat untuk memandikan & mengkremasi mayat, dll ) dan aku berkesempatan untuk bekerja separuh waktu disana selama musim panas. Aku ditempatkan di bagian krematorium. Pekerjaan itu tidaklah menyenangkan, tapi upah yang didapat sungguh memuaskan. Tentunya sebagai mahasiswa miskin, aku sangat membutuhkan uang. Mengurusi mayat-mayat adalah hal yang mengerikan pada awalnya, tapi setelah beberapa hari dijalani, akhirnya aku mulai terbiasa.

Suatu pagi, ketika sedang menyapu lantai ruang krematorium, sebuah mobil jenazah tiba di parkiran. Seorang pria dengan setelan jas berwarna hitam keluar dari mobil dan langsung disambut oleh pamanku.

Tak lama kemudian, paman memanggilku dan memintaku untuk membawa peti jenazah ke ruang krematorium. Aku merasa sedikit aneh, karna biasanya sebelum dibawa keruang krematorium, peti mati akan terlebih dahulu dibawa ke ruang yang letaknya bersebelahan dengan ruang krematorium untuk mengurusi beberapa hal. Tapi aku lebih memilih diam, tidak bertanya apapun.

Kami meletakkan peti di lantai, sementara itu paman tengah mempersiapkan persiapan kremasi. Tinggal lah aku dan pria yang memakai setelan jas hitam itu di dalam ruangan. Suasana pun menjadi kikuk, kami berdua hanya berdiam diri, tak tahu harus berkata apa. Aku menduga kalau pria ini pasti keluarga dekat seseorang yang terbaring di dalam peti mati itu. Yang membuat sedikit aneh, wajahnya tak memperlihatkan kesedihan sedikitpun.

Ketika oven telah siap, paman dan aku mengangkat peti itu dan meletakkannya ke bangku baja. Sebelumnya, kami membuka penutup mayat, dari sana aku dapat melihat ke dalam peti. Disana terbaring seorang pria muda, mungkin berusia sekitar 30 tahun. Biasanya mayat terlihat sangat pucat, tapi ini berbeda; wajahnya tetap berwarna merah muda.

Paman memasukkan bahan bakar, menyulut api, dan menekan tombol otomatis. Peti mati bergerak perlahan masuk ke dalam api. Ketika peti sudah masuk dengan sempurna, paman keluar dan menutup pintu, diikuti oleh pria berjas hitam. Sedangkan aku masih berdiri disana, menunggu. Biasanya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam untuk membakar semuanya menjadi abu. Setelahnya, aku akan mengumpulkan abu tersebut dan meletakannya di dalam sebuah guci atau bejana, lalu siap diberikan pada keluarga mereka.

Pamanku dan pria berjas hitam itu pergi ke ruang sebelah. Mungkin mereka akan menyelesaikan surat-menyurat atau hal penting lainnya perihal kremasi, sementara aku melanjutkan menyapu ruang krematorium.

Sekitar 10 menit kemudian, aku mendengar suara-suara aneh yang berasal dari oven. Awalnya, aku pikir itu hanya imajinasiku, tapi suara itu semakin lama terdengar semakin jelas. Aku mencoba berasumsi kalau itu hanyalah suara metal yang memanas oleh api.

Bang! Bang! Bang! Bang!

Suara itu jelas sekali seolah-olah seseorang di dalam sana memukul-mukul peti dengan panik, berusaha untuk keluar.

Aku merasa ngeri, dan sangat yakin kalau pria di dalam peti itu masih hidup. Tak kuasa menahan ketakutan, aku berlari ke ruangan sebelah. Tubuhku gemetar hebat. Aku memberitahu paman tentang apa yang kudengar, dan mengajak mereka untuk segera mengecek ke ruang krematorium.

Bang! Bang! Bang! Bang!

"Aku tak mendengar apapun," kata pamanku.

Bang! Bang! Bang! Bang!

"Aku juga," pria berjas hitam menimpali.

Aku menatap tak percaya ke arah mereka bergantian, shock dan tertegun. Bahkan, aku meragukan kewarasanku saat itu. Paman dan pria itu kemudian kembali ke ruangan sebelah. Aku hanya berdiri di tengah ruangan, memasang indera pendengaranku lebih tajam lagi.

Aku tak tahu bagaimana cara membuka peti itu dengan aman. Bahkan mungkin jika aku dapat melakukannya, aku pasti dihadapkan pada pemandangan yang mengenaskan . Setelah 10 atau 15 menit terbakar api, mungkinkah seseorang masih dapat bertahan hidup?

Akhirnya, suara gaduh itu melemah dan semakin melemah, hingga akhirnya benar-benar menghilang. Sekarang, aku hanya dapat mendengar suara kayu berderak di lahap api. Tak ada suara aneh lagi.

Satu jam kemudian, pamanku datang dan mematikan oven. Bersama-sama, kami meletakkan abu mayat ke wadah di bawahnya, kemudian menuangkannya kedalam sebuah bejana. Pria berjas hitam itu menerima guci abu dengan senyum yang lebar menyeringai, lalu ia kembali ke dalam mobilnya dan pergi.

Paman memberiku amplop yang penuh dengan uang, dan memberitahuku agar tidak pernah membicarakan pada orang lain tentang apa yang kudengar tadi. Kami tak pernah membicarakan hal itu lagi. Bisnis berjalan lancar seperti biasanya.

Namun, sampai hari ini, aku masih sering mengalami mimpi buruk tentang bunyi bedebum yang berasal dari dalam oven krematorium.

*ScaryForKids
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 07 Maret 2014

INNOCENT

Kubuka mata perlahan, masih terasa pening kepala ini. Entah apa yang terjadi sebelumnya. Bukankah harusnya aku berada di rumah Cavia, anak didikku? Tetapi, mengapa kini aku terikat dikursi? Ruangan apa ini? Begitu pengap dan sempit. Bau anyir dan zat kimia yang tidak enak terendus hidungku. Perutku terasa diaduk-aduk, mual tak tertahan kurasa. Inginku berlari keluar untuk menghirup udara segar.

Mataku memandang ke sekeliling ruangan ini, sambil berusaha melepaskan ikatanku. Cahaya yang kurang, menyebabkan pupil mataku terbuka lebar-lebar. Pandanganku kini tertuju pada benda yang seperti akuarium besar, tak jauh dari tempatku terikat. Didalamnya seperti berisi beberapa benda yang menyerupai kepala.

"Ah, tidak mungkin," desahku pelan.Aku mencoba fokus melihat benda tersebut. Berharap dugaanku salah, bahwa benda itu bukanlah potongan kepala manusia. Tetapi, sepertinya aku benar. Terlihat dari bentuk dan aku tak mampu berpikiran apa-apa lagi. Pikiranku kalut. Ketakutkan kini mulai merasukiku, apa yang akan terjadi padaku?

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka, terlihak sesosok tubuh tinggi ramping mulai berjalan menghampiriku. Aku terkejut mengenali sosok itu.

"Ibu Oriza sayang, jangan takut. Aku tak akan membuatmu kesakitan,"ucapnya sambil menunjukkan jarum suntik padaku.

"Cavia, mengapa kau lakukan ini? apa salahku?" tanyaku terisak, tak terasa air mataku mengalir.

"Kau tak bersalah Bu, hanya saja aku terlampau menyayangimu. Untuk itulah aku berbuat seperti ini," ucap Cavia dengan tersenyum.

"Kau gila ...!!!" jeritku.

"Terima kasih Bu, itu pujian yang biasa kuterima. Ibu sudah lihat akuarium ini kan? Ibu tau, ini adalah potongan kepala orang-orang yang kusayangi, berada dalam kubangan formalin."

Aku tercengang mendengar pernyataan gadis 16 tahun itu. Tak pernah terbayangkan bahwa gadis cantik ini mampu berbuat keji, bahkan tak ada sesal dari setiap pernyataannya. Benar-benar berjiwa psikopat.

"Ini adalah kepala Bu Zea, Bu Rosa, Bu Jasmin dan sebentar lagi Bu Oriza akan ikut bergabung dengan mereka," lanjut Cavia lagi.

Ketakutan kembali menyergapku, ia mulai mendekati dan membelai rambutku.

"Bu, ini adalah bentuk kasih sayangku. Aku bisa selalu memandangmu tanpa takut kehilangan sosokmu," desah Cavia ditelingaku.

Aku mulai meronta, namun ia telah berhasil menyuntikan sesuatu dilengan tanganku. Pandanganku mulai mengabur dan kesadaranku mulai menghilang.

****
Cavia mulai membekap tubuh Oriza dengan bantal selama sekian menit, lalu memeriksa denyut nadinya. Setelah yakin tubuh itu tak bernyawa, ia memenggal kepalanya. Ia membersihkan potongan kepala itu dan menyemprotkan alkohol keseluruh bagian. Kemudian ia meletakkan kepala itu di akuarium yang berisi formalin.

"Bu Oriza, kau akan selamanya bersamaku, tidak seperti Mamaku" ucapnya puas.

Cavia menggotong bagian tubuh Oriza yang lain dan menguburkannya disamping ruangan tersebut. Nampak beberapa gundukan lain yang telah tersusun rapi.

"Ma, kubawakan teman baru untukmu. Semoga kau senang, Ma." Ucap Cavia dengan senyum terindahnya.


Ia berjalan riang meninggalkan tempat tersebut, mencari teman baru lagi. Teman buatnya dan sang Mama.

** TAMAT **

TARIAN KEMATIAN


“Disinilah aku tinggal” Hanya itulah yang dikeluarkan dari mulut Ani. Desa yang sunyi dan juga terlihat makmur. Anipun tak lupa untuk bergegas membereskan barang-barangnya menuju rumah barunya. “Haah, masih jam 12.00 ! Enaknya ngapain yaa?”. Diapun menyalakan radionya, dan memutarkan channel kesukaannya. Lagu Good Timelah yang didengarnya, diapun menari dengan perasaan senang. Tiba-tiba saja terdengar suara sentakan “Matikan radio itu!”. Anipun kaget “Maaf bapak siapa ya? Dan mengapa saya tidak boleh menyalakan lagu?”. “Nak, kamu harus berhati-hati jika ingin tinggal didesa ini!”. Bapak itupun pergi dengan bergegas, tak tahu ada apa yang membuat bapak itu pergi dengan buru-buru. “Dasar orang aneh! Inikan hakku!”, Anipun masuk dengan melanjutkan membereskan barang-barangnya.
**
Malampun tiba. Shrekk shrekk, korek apipun menyala dan Ani segera membuat api unggun. “Betapa dinginnya hari ini. Wuhh”. Sambil menggosok tangannya agar tetap hangat itu. Tiba-tiba saja ada bunyi ketukan pintu “Tok.. Tok.. Tok”. ”Siapa itu?” Anipun membukakan pintu. “Hai, kau orang baru ya didesa ini?” terlihat orang asing berbicara kepada Ani. “Siapa kau?. Dan iya betul, Aku orang baru didesa ini. Masuklah” Anipun membuka pintunya dengan lebar agar orang itu bisa masuk kedalam. “Namaku Tio. Aku tinggal disebelahmu, Aku hanya ingin memperingatimu tentang sesutu legenda didesa ini”. “Memang apa legenda itu?. Konyol sekali!”. “Janganlah menganggap konyol karena legenda itu sungguh nyata” Jawabnya Tio terlihat serius. “Yasudah, memang apa legendanya?” Berusaha terihat serius. “Besok akan kuceritakan , karena bila malam terlihat seram” begitu kata Tio yang vepat-cepat ingin pulang. Tiopun membalikkan badan, dan berkata “Janganlah nyalakan alat elektronik yang berhubungan dengan musik” Tiopun segera pergi dengan buru-buru.
***
“Pagi dunia!!!!” Anipun terlihat bangun dengan semangat. “Tok.. Tok.. Tok..”. “Itu pasti Tio” yang terlihat Ani segera membukakan pintu untuknya. Ternyata benar “Hai,ehmm..” Terlihat Tio yang tampak kebingungan. “Namaku Ani” Ani menjawab sapaannya Tio dengan muka malas, “Oh Hai Ani” Yang terlihat senyum dengan perasaan malu. “Oke kau ingin cerita apa?” terlihat Ani yang sedang membuat sarapan. “Ehmm.. begini, Sebenarnya konon dulu ada seorang putri yang ingin dilamar dengan pemuda biasa dari desa ini” Tio mencoba menjelaskan An dengan serius. “Terus apa hubungannya dengan musik?” terlihat Ani yang sedang kebingungan. “Masalahnya bukan musik intinya tapi TARIAN KEMATIAN”. “Haah? Hahahahaaa” terlihat Ani yang sedang tertawa karena kekonyolan Tio yang terlalu aneh. “Kau ini lucu juga yaa! Memang mana ada namanya “TARIAN KEMATIAN”. “Tapi dengar aku baik-baik dulu!” terlihat Tio berusaha meyakinkan omongannya yang terlihat konyol dimata Ani. “Begini, memang dulu mereka tidak diizinkan menikah oleh ayah sang putri yaitu raja. Tetapi mereka kawin lari dan tentu saja mereka tetap menikah. Tapi tidak dengan sang raja, sang raja sangat marah sekali dan akhirnya memerintahkan pengawalnya untuk mencari mereka HIDUP/MATI. Merekapun ditemukan tewas dengan keadaan sedang menari. Jadi oleh sebab itu, jika ada warga desa yang sedang menari akan tewas atau menghilang entah kemana. Begitulah ceritanya”. “Okee aku faham! Sekarang pergilah karena aku tidak percaya dengan cerita konyolmu itu!” Ani yang terlihat mendorong Tio keluar dari pintu. Tiopun hanya pasrah dan berkata “Tetapi jika hantu itu mengejarmu itu bukan salahku. Karena aku sudah berusaha memperingatimu”
****
Bulanpun telah tersenyum kepada langit yang menandakan bahwa hari tlah gelap.”Hoamm.. kenapa aku ngantuk sekali yaa.. Nyalain lagu ahh..” Ani yang terlihat tidak peduli dengan cerita konyolnya Tio. Someone like youpun terdengar lembut ditelinga Ani. Tapi, tiba-tiba saja jendela kamarnya terbuka dengan keras “BRAKK”. “Oh apa itu? Oh ternyata hanya jendela”. Tiba-tiba saja ada bayangan hitam lewat. “Apa itu barusan? Oh tuhan apa yang aku lakukan barusan ini?” terlihat wajahAni yang terlihat panik. Listrik dirumah Anipun padam, “Whaaaa” Anipun menjerit. “Oh ternyata hanya listrik padam, tapi apa itu? Seperti perempuan sedang mengenakan baju pengantin!” Anipun semakin mendekat, mendekat, dan.... “Whaaaaa” krekk kepala anipun terputus dan menggelinding kebawah lantai. Listrikpun menyala lagi. Tiba-tiba banyak warga yang datang kerumah Ani karena kaget dengan suara teriakan dirumah Ani. “Ani ?? Ani ?? dimana kamu?”. “Semua tolong cari kesemua tempat!” terdengar ayah Tio yang memerintahkan semua warga. Semuapun mencari darimana berasalnya suara itu. “Yatuhan!” Alangkah terkejutnya salah satu warga melihat kamar Ani yang penuh dengan darah dan bau amis. “Tidaakkk!” Tiopun menangis deras saat melihat Ani tlah tewas.

THE END