-----
-POV 1-
"Dengarlah lagu kematianmu, Isla! Dengarkan kebodohan dan dosa yang telah kau perbuat! Hahaha...."
Kuayunkan katana yang sudah berlumuran darah ke arah perempuan muda itu.
Crasssh!
"Kyaaaa! Arghhh..."
Ia hanya bisa menangis, berharap aku mengampuninya. Brengsek! Makhluk menjijikkan itu semakin membuatku muak.
"Kemanapun kau pergi, kau tak akan pernah bisa menghapus darah pengkhianat yang mengalir di tubuhmu!"
"Maafkan aku... maaf...."
Aku melihat diriku yang sangat menyedihkan. Cermin itu menghancurkan hidupku. Cermin itu juga yang bercerita tentang kematian ibuku yang disamarkan oleh ibu dari perempuan bajingan yang masih tetap memeluk kakiku ini.
"Hahaha... dasar perempuan tolol! Kau pikir dengan menangis dan meminta maaf akan menyelesaikan semuanya, begitu? Kau memang bodoh, Isla!"
Crashhh! Crashhh!
"Arggghhh...!"
Katana ini sangat bagus! Barang antik bodoh yang cukup tajam untuk menembus kulit mahadewi yang cantik jelita ini.
"Ibuku... i--ibuku...."
"Pembelaan apa yang ingin kau ucapkan, Isla? Kenyataan yang begitu menyedihkan, bukan? Aku akan membunuh ibumu di depan matamu."
Aku rasa itu pantas didapatkannya setelah apa yang dilakukan ibunya pada hidupku, hidup orang tuaku! Tinta darah yang telah menghitam yang tak akan terhapus!
"Tidak! Tidakkk! Baiklah... kau menang! Kau menang!"
Dengan senyum kemenangan, kulemparkan pisau lipat kecil padanya. Ia memungutnya, lalu... ia mengiris pergelangan tangannya sendiri. Hahaha... matilah kau!
"Argh... dengar, Ryan! Aku tidak akan mati... arghhh... a--aku akan selalu membayangi tempat ini."
***
-POV 3-
"Ada apa dengannya?"
"Seharusnya aku yang berkata begitu padamu! Mengapa kau letakkan pisau itu di sini?!"
"Aku... aku..."
"Kau memang berniat membunuhnya, bukan?"
Senyum tipis terbit di bibir Ryan. "Hahaha... ya. Aku sengaja. Dia harus mengetahui lagu kematiannya!"
"Kau...!" Robert mencengkeram kerah baju Ryan dan mendorongnya hingga ke dinding.
"Hahaha..." Ryan tertawa seperti kesetanan. Tawanya bergema di ruangan sempit ini.
"Sekarang giliranmu, Kak!" Dengan cepat, Ryan mengeluarkan katana yang telah dipersiapkannya sebelumnya, dan...
Crasssh!
Kepala tanpa tubuh itu terpental ke arah mayat gadis muda yang meninggal tadi pagi.
"Kalau saja ibumu tak merusak pernikahan orang tuaku, kalian tak akan mati dengan mengenaskan. Hahaha...."
***
"Ada apa dengannya?"
"Entahlah. Sedari tadi ia tertawa. Mungkin aku harus segera menambahkan obat penenang untuknya."
"Penyakitnya tak akan hilang hanya dengan obat penenang, Dok!"
"Robert, tenanglah. Skizofrenia memang tak bisa disembuhkan, tapi rumah sakit jiwa ini akan selalu menjaga adik tirimu itu."
-----
SMAN 8 Pekanbaru, 28 Agustus 2014
Powered by Telkomsel BlackBerry®