Sabtu, 02 Januari 2016

Tas Kulit Antik

Oleh : Amel (Hapapu)

Pandanganku berputar ke segala arah. Melihat-lihat berbagai macam bentuk tas yang unik juga antik. Sayang mereka semua tidak terlalu menarik hatiku.

Satu-satunya tas yang paling aku sukai adalah tas yang kugendong sendiri. Tapi karena sudah berumur, maka aku putuskan untuk mengganti kulitnya.

Tibalah aku di sini. Toko tas sekaligus reparasinya. Aku pun menghampiri Pak tua si pemilik toko. Meminta tolong agar beliau mau mengganti kulit tasku ini.

"Berapa harganya Pak, untuk mengganti kulit tas saya?" tanyanku sopan.

"Kamu ingin mengganti kulit tasmu ini? Harganya standar kalau kamu mau menunggu dua minggu lagi!" ujarnya.

"Lama sekali Pak! Bisakah lusa sudah selsai!" pintaku.

Pak tua itu hanya terdiam. Memikirkan permintaanku yang menurutnya merepotkan itu. "Maaf Nak, kalau lusa Bapak tidak bisa. Karena bahannya baru akan tiba sabtu depan. Tapi kalau kamu memaksa..., baiklah. Bapak akan lakukan. Namun kalau terjadi apa-apa, jangan salahkan Bapak!" ancamnya.
Mau tidak mau aku harus melakukannya. Karena tiga hari lagi aku akan pergi liburan bersama teman-temanku. Tentu saja aku tak mau pergi tanpa tas kesayanganku itu.

***

Hari H pun tiba. Aku datang lagi ke toko tas Pak tua itu. Hatiku sangat senang sekali melihat hasil kerjanya. Lihatlah! Kulitnya sekarang sangat halus dan indah. Tak kusangka Pak tua itu mengerti seleraku.
Tiba saat pembayaran jasanya, Pak tua malah menggelengkan kepalanya. Tatapan kosongnya tak mau menerima upah dariku. Beliau hanya diam saja dan berlalu pergi meninggalkanku yang kebingungan.
Ya sudahlah. Mungkin ini hari keberuntunganku. Mendapatkan tasku seperti baru dan gratis pula. Maka aku pun pulang dengan hati riang.

Sepanjang jalan aku bersenandung riang. Sambil membeli perlengkapan liburanku besok. Tapi entah mengapa pundakku terasa berat sekali. Seperti menggendong sesuatu yang berat.
Rasanya aku tak memasukkan barang apapun di dalam tasku kecuali dompet dan hpku. Namun yang kurasakan malah seperti menggendong anak kecil.

Aku pun berhenti dan duduk sebentar di bangku jalan. Melepas lelah. Sambil menatapi tas kesayanganku di bawah sinar lampu taman.

Namun ada yang terlihat aneh. Seingatku, aku tak petnah memesan kulit ular atau buaya untuk mengganti kulit tasku. Tapi di bawah sinar lampu ini, terlihat sangat jelas bentuk sisik-sisik itu. Dan terlihat berkilauan.
Tiba-tiba saja bulu kudukku bediri. Perasaan aneh menggangguku. Aku pun buru-buru beranjak dari tempat dudukku. Saat aku menaikkan tali tasku di pundak. Saat itu juga, aku merasakan seperti memegang tangan anak kecil.

Mencengkram pundakku erat. Seperti akan takut jatuh ketika aku gendong. Aku pun langsung menoleh dan tatapan kami pun bertemu.

Lubang matanya yang menganga itu terlihat jelas di hadapanku. Darah segar masih mengalir dari dalamnya. Di tambah seringainya yang mengeluarkan air liur yang menjijikan itu.

Langsung saja aku menjerit sekencang-kencangnya. Berusaha menjatuhkannya dari pundakku. Tapi kukunya yang tajam malah terus menusuk pundakku. Darah segarpun membasahi baju.

Sambil menangis aku pun tetap berusaha menjauhinya dari tubuhku. Sedikit demi sedikit anak mengerikan itu turun menuju kakiku. Walau luka di pundakku bertambah dalam karena cengkramannya.

Dengan sekuat tenaga aku terus mendorongnya. Hingga akhirnya dia pun terlepas dari kakiku. Aku pun berusaha berlari menjauh. Tapi anak mengerikan itu berusaha mengejarku. Dengan sigap aku pun menendangnya keras-keras.

Berharap semoga dia jatuh terjerembab dan tak bangun lagi. Sayang usahaku di gagalkan oleh suara orang yang meneriakiku. Dia kira aku telah melakukan kekerasan terhadap anak kecil.

Seandainya dia tahu siapa anak ini. Tentu saja dia tak akan berkata kasar padaku. Karena aku lengah, akhirnya anak itu berhasil merangkul kakiku. Berusaha memanjat ke pundakku. Aku pun berteriak meminta tolong pada orang yang membentakku tadi.

Walau heran dengan kelakuanku, dia pun bersedia menarik anak kecil itu. Setelah terlepas dariku begitu saja dia pun berkata, "kau ini kenapa? Sama tasmu sendiri kok teriak-teriak. Kayak di ganggu setan saja!" ujarnya.

Aku pun merasa heran. Bagaimana mungkin fia mengganggap anak mengerikan itu sebagai tas. Dengan santainya dia pun memberikan tasku tadi. Tapi mataku tetap saja tak bisa di tipu.

Tas itu bukan lagi tasku. Karena yang aku lihat hanyalah seorang anak mengerikan yang meronta-ronta seperti ingin di gendong ibunya. Akupun langsung berlari menjauhinya. Berharap semoga anak itu tak mengikutiku.

Orang yang menolongku tadi pun bingung melihat diriku kabur begitu saja tanpa mengambil kembali tasku. Dengan muka heran dia pun berkata, "aneh sekali gadis itu. Masa tas sebagus ini di tinggalin begitu saja? Apa ada yang aneh sama tas ini ya?"

"Lumayanlah bisa bawa pulang," ujarnya riang. Dia pun pulang sambil menggendong tas aneh itu. Tapi bukan tas lah sebenarnya yang dia bawa. Melainkan anak siluman ular yang di tangkap Pak tua dulu.

0 komentar:

Posting Komentar