Kamis, 26 Juni 2014

Clanniversary Judgement

-Parade Duet Horor-

Oleh Alya Annisa feat Hikmawan Ali Nova

"Bangkitlah kau sahabatku yang menyedihkan. Lihatlah dirimu sekarang. Tak ada yang bisa kau lakukan selain berteriak dalam gelap. Apa ada yang peduli denganmu? Bahkan orang yang paling kau sayangi pun tak bisa menolongmu!"

Seorang lelaki bertudung hitam menaburkan serbuk berbau mengerikan ke dalam sebuah danau. Air danau yang semula tenang perlahan bergejolak, dari pelan menjadi menggelegak bagai air mendidih. Sesosok bayangan hitam melayang naik, wajahnya samar-samar menampilkan wajah yang pucat. Mulutnya bergerak-gerak dan urat lehernya menonjol serta mata menyorot penuh dendam.

"Kinn, kau pengkhianat!" Hanya kata itu yang terlontar dari sosok bayangan hitam tersebut.

"Hahaha... Pengkhianat kau bilang? Bukankah kau yang telah mengkhianatiku dengan merebut orang yang paling kukasihi selama ini? Sudahlah, kau kuberi kesempatan terakhir kali untuk berpamitan kepadanya. Sebelum kau membusuk di danau ini hahaha...."

"Apa yang kau lakukan? Apa maumu sekarang? Tak puaskah kau membunuh dan membuangku ke sini?" ucap bayangan hitam tadi menggeram.

"Bawalah kekasih hatimu mati bersamamu. Dia pantas untuk mendampingimu dalam penderitaan yang tiada akhir!" Bersamaan dengan berakhirnya kalimat Kinn, tangannya mengangkat ke atas. Diucapkannya sebuah mantera dan bayangan hitam di depannya berteriak melolong.

"Tidak, jangan dia! Brengsek kau! Jahanam! Baiklah aku akan penuhi keinginanmu!"

Dan Kinn pun tersenyum licik penuh kemenangan.

'Sempurna! Pembalasan dendam ini sangat indah. Dibunuh oleh orang tersayang di momen yang seharusnya menjadi momen yang paling indah. Dan kutukan klanku akan hilang!

***

Di sudut malam yang lain, sebuah keluarga tengah bergejolak akibat menghilangnya salah seorang anggota keluarga mereka. Gadis muda dengan garis wajah yang memancarkan keanggunan menangis histeris. Lolongan tangisnya sangat menyayat hati, seolah meneriakkan rasa duka mendalam yang dirasakannya. Anaknya hilang!

***

Klan Shann dan Klan Triangle adalah musuh bebuyutan. Pertikaian antara mereka membuat klan yang kalah mendapat kutukan berupa kulit kepala menjadi hitam kelam dan tubuh dipenuhi sisik dan saat ini Klan Shann lah yang menanggung aib dan derita kekalahan. Karena itu, salah satu dari klan Shann akan menjadi pembalas dendam dan pemburu terakhir yang akan memutuskan siapa pemenang pertikaian ini.

Perang telah dimulai sejak kematian Willy, seorang pemuda malang yang nyawanya menjadi korban dalam pertikaian antarklan ini. Ia dibunuh oleh sahabatnya sendiri, Kinn Shann. Tapi roh Willy tidak beranjak pergi. Rohnya tersimpan di sebuah danau --Danau Jiwa-- karena ia tidak bisa tenang dalam memasuki alam roh. Ia dipenuhi awan hitam dendam dan kemarahan. Di sisi lain, ketika sang pemburu mengorbankan separuh dari umurnya, kebangkitan Willy akan menjadi awal petaka.

***

Aku Viv Ivins Triangle, puteri tunggal keluarga Anna Triangle, keluarga utama klan Triangle. Aku biasa disapa Vivin dan aku sangat mempercayai pertanda. Seumur hidup aku selalu berhasil menghindari berbagai masalah berkat pertanda di sekelilingku.

Esok adalah hari spesialku, di mana purnama akan muncul dan tepat di saat itulah hari jadiku dengan Willy. Aku tahu Willy telah mengalami hal buruk. Ia terus-menerus datang di dalam mimpiku, mengajakku mati bersamanya. Aku harus menepati janji sehidup sematiku dengannya.

***

"Kau dengar aku? Kau hanya perlu berjalan ke jurang itu dan kita akan kembali bersama."

Aku bisa merasakan aura kesedihannya. Willy kini merasuk ke tubuhku dan fikiran kami terhubung secara misterius. Pemuda yang dulu kukagumi karena memiliki senyum menawan dan wajah yang rupawan itu telah menjadi sesosok roh yang menyedihkan.

"Aku mencintaimu, aku bersedia mati untukmu. Kau tak akan kesepian lagi," sahutku.

Air mata sedih dan bahagia bercampur. Ia terdiam mendengar perkataanku dan kemudian berbalik meninggalkanku sendiri di dalam kegelapan yang maha pekat ini.

"Maafkan aku, ia mengancamku. Ia akan membunuh ibuku jika kau tak melakukannya. Dan demi cinta yang kita miliki, aku ingin kau menyerahkan jiwamu."

"Ya, aku bersedia." Air mataku semakin tumpah tak tertahankan. Aku paham Willy, aku paham! Aku tak ingin kau menderita lagi.

"Berjalanlah ke arah jurang itu. Dan kita akan bersama selamanya, Vivin"

Aku berjalan mantap tanpa keraguan. Saat tiba di bibir jurang aku kembali mengingat masa-masa bersama orang yang kucintai. Kupikir inilah saat yang tepat untuk mengakhiri penderitaan hidupku. Tepat di tahun ketiga hari jadiku dengannya. Aku memikirkan Willy. Juga ayah dan ibu, sahabat-sahabatku, dan juga Kinn. Ya, Kinn, seorang pemuda yang sering mendekatiku diam-diam. Walaupun dia aneh karena selalu mengenakan tudung dan jubah hitam namun aku rasa dia sangat pantas untuk kujadikan sahabat terbaikku.

"Tunggu! Tunggu! Aku melihat sesuatu Vivin! Apa yang sedang kau pikirkan? Keluarga dan teman-temanmu? Lalu mengapa aku juga bisa memasuki fikiran mereka?" Willy berteriak dengan suaranya yang parau. Sejenak aku kebingungan.

"Vivin teruslah berfikir tentang Kinn, ada sesuatu yang aneh!" Willy melanjutkan teriakan paraunya.

Walau diterpa keheranan, mau tak mau aku lanjut memikirkan tentang Kinn. Aku teringat ketika dia sering mendekatiku dengan mengendap-endap meskipun tentu saja aku sudah menyadari keberadaannya sebelumnya.

"Vivin, aku punya keinginan terakhir. Aku janji padamu semua akan berakhir dengan lebih indah"

Aku mendengar nada suara yang berubah dari Willy, seperti suara kegirangan tapi aku tak yakin. Mana mungkin dia merasa senang di saat-saat seperti ini?

"Katakanlah."

"Pergi temui Kinn di Danau Jiwa! Sekarang! Aku akan berusaha memancing dia agar bersedia menemuimu."

Willy tak memberiku waktu untuk bertanya lagi, karena tak kurasakan lagi kehadirannya di tubuhku.

***

"Ada apa?" tanyanya singkat. Kinn tampak kikuk menyambutku. Tudung hitamnya hanya menyisakan sedikit wajah yang bisa kulihat.

Aku hanya bisa terdiam karena tak tahu harus berbuat apa. Sementara di dekat Kinn aku melihat sesosok roh, Willy, yang terdiam tanpa ekspresi.

"Mengapa kau tega melakukan ini?" Tampaknya hanya itu satu-satunya kalimat yang ingin kuucapkan sekarang.
Lima menit berlalu, hanya deru angin malam yang hadir di antara kami bertiga.

"Aku mencintaimu! Sungguh! Aku mencintaimu! Aku harus melakukan ini! " Akhirnya dengan suara serak Kinn menjawab tanyaku.

Tiba-tiba alam mengamuk. Angin puyuh hitam datang dan mengarah ke tubuh Kinn yang gemetaran menatapnya.

"Kurasa kau sudah menyadarinya, Kinn! Tamatlah riwayatmu sekarang!" suara parau Willy terdengar di antara deru angin puyuh. Ranting-ranting pohon beterbangan masuk ke dalam pusaran angin puyuh yang semakin lama semakin besar.

"Kurang ajar! Aku dijebak! Aku tak punya banyak waktu lagi, cepatlah kau pergi ke alam baka, Vivin!"

Dengan terburu-buru Kinn berlari ke arahku dengan mengacungkan belati hitam yang kuyakin telah dilumuri racun.

"Aku Viv Ivins, anak dari Lucifer Anna Triangle tak pernah diperintah oleh siapapun! Tidak juga kau Kinn!"

Aku tak ingin menunggu dia datang menusukkan belatinya. Kuhunus pedang yang selalu kubawa dan dengan sabetan kuat aku menyerang. Tapi Kinn dapat menghindar. Kinn balik menebaskan belatinya lurus ke arahku, serangan balasan yang sangat berbahaya! Serangan yang tiba-tiba itu membuat lengan kananku terluka. Darah segar merembes menembus gaunku.

Dengan penuh kemarahan aku menghujamkan pedangku ke arahnya dan menyerang dengan cepat. Kinn yang lengah karena sempat memperhatikan angin puyuh yang semakin mendekat ke arahnya tak dapat menghindar. Terjanganku membuat Kinn terjatuh dan akupun mendarat dengan kikuk di atas lututnya. Belati Kinn terlepas dari tangannya. Aku lalu menghujam jantung Kinn dengan membabi buta. Berkali-kali kutusukkan pedangku ke dada dan perut Kinn. Hingga akhirnya tanganku kelelahan dan aku berjalan menjauh dari tubuh Kinn.

Aku melepaskan pedang yang penuh darah dengan gemetar. Semula kukira Kinn telah mati. Tapi tidak. Dengan kekuatannya yang hampir habis ia mencoba duduk.

Namun malang, angin puyuh yang sejak tadi mengincar tubuh Kinn dengan ganasnya menyambarnya. Bersamaan dengan itu, Willy terbang ke arahku. Dia tersenyum dan memelukku, meski yang kurasakan hanyalah angin belaka.

"Terimakasih atas semuanya. Aku tahu dari fikiranmu tadi, umurnya di dunia sudah habis. Lima belas tahun yang lalu dia pernah mencoba membunuhmu dengan cara seperti ini dan itu menghabiskan setengah umurnya. Sekarang dia melakukannya lagi dan tamatlah riwayatnya," jelas Willy sambil tersenyum. Dan untuk pertama kali dalam hidupku aku melihat senyumnya yang begitu lepas dan sangat indah, melebihi senyum-senyumnya yang dulu.

"Tunggu! Itu berarti kita..." belum sampai aku habiskan kalimatku, perlahan bayangnya semakin pudar.

"Tidak! Jangan tinggalkan aku Willy! Kau janji semuanya akan berakhir dengan indah!" Aku berteriak sejadi-jadinya. Aku marah dan takut!

"Tak ada yang lebih indah dari sebuah kehidupan. Selamat tinggal sayang. Jalani hidupmu dengan baik."

Sesaat kemudian ia menghilang. Selamanya. Dan tinggal lah aku sendirian menangis tersedu sedan.

***

Pekanbaru & Bekasi, 25 Juni 2014
Powered by Telkomsel BlackBerry®

0 komentar:

Posting Komentar