Minggu, 08 Desember 2013

~ Detective And The Gank : Tragedi UN ~ Part 7

Part 7

Pria itu turun dari mobilnya, perlahan tapi pasti ia menuju pintu gerbang
sekolah.
Iko dan teman-temannya yang sedang sembunyi terus memperhatikan pria itu.
Iko berdiri paling depan, di belakannya Robbi, di belakang Robbi, Bondan, di
belakang Bondan, Ujang.
Iko agak mengerutkan keningnya, feelingnya mengatakan bahwa pria itu adalah
seorang detektif.
Ya benar, ternyata pria itu adalah Harris.
Sedang asyik-asyiknya Iko memperhatikan Harris, Ujang yang posisinya paling
belakang mulai rusuh.
Ujang parno karena berdiri paling belakang, dia takut kalau nanti ada sesuatu
yang menyentuhnya dari belakang.
Akhirnya dia mulai protes, "Bon, tukeran tempat dong! Gue takut
ni"pintanya.
"Ahh, cemen loe. Udah diam aja di situ!"sahut Bondan ketus.
"Tega loe"ucap Ujang cemberut, "Husst, jangan ribut
napa?"tegur Robbi, "Si Ujang ni rusuh" "Gue cuma minta
tukeran tempat doang" "Ssssttt... "
Ujang celingak-celinguk kiri-kanan, karena sangkin takut dan parnonya dia tidak
sabar badan gembrotnya sudah bersenderria di badan Bondan. Bondan yang tak
sanggup menahan berat badan si Ujang akhirnya jatuh menimpa Robbi, sedangkan
Robbi jatuh menimpa Iko, nah Iko... malangnya ia tersunggkur kedepan.
BRUUUAAAAKKKK ... "HADOOOWWW"teriak mereka berbarengan.
Mendengar suara ribut-ribut, detektif Harris menoleh kesumber suara.
Di lihatnya 4 orang pemuda sudah saling timpa-menimpa bagaikan ikan pepes.
"Siapa kalian?"tanya detektif, mereka pun segera bangkit.
"Kami... kami..."ucap Robbi gelagapan, "Kami siswa SMA ini
pak"sambung Iko.
"Oh, sedang apa kalian disini?"
"Kami mau nyelidikin kasus pembunuhan bu Clara dan 2 pengawas UN
pak"cerocos Ujang sambil muncrat-muncrat.
"Sssttt jang, lu kok kasih tau ni orang tentang tujuan kita
sih?"protes Bondan, "Ehh, salah ya?"tanya Ujang seras tak berdosa.
"Apa maksud kalian? Bukankah kasus-kasus itu hanya kecelakaan dan
percobaan bunuh diri?"pancing detektif
"Kami tidak yakin dengan keputusan polisi pak. Saya rasa ini
pembunuhan"sahut Iko
"Kenapa kamu berpikiran begitu?"
(ni detektif kepo banget yak nanya mulu -_-)
"Kami curiga Rino yang melakukannya pak"sekali lagi Ujang nyerocos.
"Ehh, ember bocor, diem!"pelotot Bondan, "Ehh, salah lagi
ya?"tanyanya tanpa dosa.
"Rino? Siapa Rino?" "Rino salah satu teman kami yang sempat
punya masalah dengan 2 pengawas itu sebelum mereka tewas pak"jawab Robbi
"Hmm..." Sejenak detektif Harris berfikir lalu ia berkata "Ayo
ikut saya!"
4 sekawan mengikuti detektif memasuki pintu gerbang.
Di gerbang seorang satpam membiarkan mereka masuk, satpam itu tersenyum lalu
berkata "Apa bapak butuh bantuan?" "Terimakasih pak, nanti jika
saya butuh saya akan minta tolong bapak"jawab detektif seraya tersenyum, 4
sekawan pun ikut terseyum.
***
Malam ini sersan Eddi tak ada tugas, ia sedang istirahat di rumahnya.
Rencananya ingin tertidur pulas, ia malah tak bisa memejamkan mata.
Pkirannya melayang, hatinya tak tenang.
Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal.
Tiba-tiba saja ia teringat pada Harris, hatinya makin tak tenang.
Ia merasa ada sesuatu yang akan menimpa Harris.
***
"Baiklah, ceritakan tentang apa yang kalian tau!"perintah detektif
Harris.
Akhirnya Iko pun menceritakan semua hal yang ia tau mulai dari kejadian Rino
yang ditegur pengawas, Rino yang meminta permisi sesaat sebelum penemuan mayat,
sikap Rino yang tiba-tiba pucat sehabis dari toilet, lalu semua
kejanggalan-kejanggal yang di firasati oleh Iko.
Iko juga mengatakan tetang kotak biru berpita merah, setelah Iko tau apa isinya
dari gosip yang beredar. Dia merasa aneh, kenapa pengawas itu tiba-tiba
memiliki kotak? seperti sudah disiapkan sebelumnya.
Dan anehnya, kalau memang pengawas itu mau bunuh diri kenapa harus di sekolah
itu? Kenapa tidak dirumahnya saja?
Ketika mendengar opini Iko itu, seketika detektif tertegun.
Ah, ia tak perna terpikir untuk melontarkan opini begitu ke Eddi, ia
melupakkannya. Padahal jika ia mengatakan itu pasti Eddi akan berpikir ulang
dan akan merasakan kejanggalan sama seperti yang ia rasakan.
Selain menjelaskan tentang itu, Iko juga mengutarakan keanehannya perihal
ketidak lulusan teman-temannya dan kemudian ditemukannya bu Clara sedang
gantung diri.
Menurut mereka berempat, bu Clara itu orangnya tegas dan tidak mentolerir
kesalahan siswa/i nya.
Tapi kenapa karena ketidak lulusan ini bu Clara justru bunuh diri?
Detektif mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju.
"Saya rasa ketidak lulusan itu adalah sabotase si pembunuh. Entah iya itu
Rino atau malah ada orang lain di balik Rino"simpul detektif, "lalu
di mana Rino berada sekarang?"lanjutnya.
"Kami tidak tau pak, sebelumnya kami sudah kerumahnya. Tapi kami tidak
menemukan dia, dan dirumahnya juga tak ada petunjuk sama sekali"jawab Iko.
"Hmm... Kalau begitu sekarang kita selidiki saja dulu penyabotasean hasil
ujian XII IPS 2! Mungkin setelah ini akan ada petunjuk baru"usul detektif
"Baik pak!"sahut 4 sekawan
"Sekarang kita berpencar, 2 orang periksa di kantor guru, 2 orang lagi
periksa di ruang kelas XII IPS 2 tempat bu Clara gantung diri. Saya sendiri
akan periksa kantor kepala sekolah. Ini kuncinya"detektif menyerahkan 2
buah kunci pada mereka. Mereka pun menganggu dan mulai berpencar. Robbi dan Iko
ke kantor guru, Bondan dan Ujang ke kelas XII IPS 2 sedangkan detektif ke
kantor Kepsek.
Tanpa mereka sadari, sepasang bola mata sedang mengamati mereka daritadi.
Orang itu menggenggam kedua tanggannya, terdengar suara gemelutuk giginya.
Ia sepertinya marah melihat orang-orang itu ikut campur urusannya.
***
Bondan dan Ujang berjalan menuju kelas XII IPS, Ujang yang penakut sedaritadi
tak lepas memegang kerah baju Bondan.
"Jang, lepasin napa sih? Ntar gue dikira maho lagi"protes Bondan,
"Emang siapa yang liat? Kan di sini ga ada orang bon"ucap Ujang
sambil kedap-kedipin matanya.
"Ihh, najis loe" "hahaha... bercanda kali" jwb Ujang seraya
menjulurkan lidahnya.
Saaappp... tiba-tiba ada bayangang yang lewat di belakang mereka. Sontak mereka
berbalik, tak ada siapa pun.
"Apaan tuh tadi?"tanya Ujang sambil merapatkan badannya ke Bondan.
"Gue gak tau"
Seerrtt... Seeerrtt... Seerrrttt...
Terdengar suara kayu yang diseret-seret dengan beratnya.
Mereka berdua mulai ketakutan, keringat bercucuran.
Tanpa mereka sadar di belakang mereka berdiri seseorang yang mengenakan jubah
hitam deng muka tertutup dan mengenakan sarung tangan hitam.
Bukkk... Buukkk... terdengar suara pukulan bagaikan suara buah kepala yang
jatuh dari pohonya.
Kedua anak manusia ini pingsan seketika.
***
Di tempat lain, Iko dan Robbi mulai mencari-cari petunjuk di ruang guru.
Tak ada apapun yang bisa dijadikan petunjuk disana. Tiba-tiba Robbi menunjukkan
sesuatu pada Iko.
"Ko, lihat deh ini"ucap Robbi seraya menyodorkan sebuah map.
Ternyata map itu berisikan kertas yang isinya beberapa nama guru favorit di SMA
HARAPAN sejak awal tahun pertama sampai tahun lalu, disitu tertuliskan beberapa
nama dan 5 tahun terakhir terpampan nama bu Laras.
"Ehh, ternyata bu Laras udah 5 tahun ya jadi guru favorit"kata Robbi
"Wajarlah dia kan emang terkenal super baik dan telaten"sahut Iko
"Hehehe... Iya, cantik lagi"Robbi cengar-cengir
"Hahaha..." tanya sedikit muncul di wajah Iko membuat lubang
dipipinya terlihat amat dalam.
Tiba-tiba ia tertarik untuk memeriksa satu meja kerja.
Meja bu Laras, entah kenapa batinnya mendorong agar ia memeriksa meja tersebut.
"Ko, ngapain loe periksa meja bu Laras?" Iko sejenak menoleh kearah
Robbi, tapi dia kembali memeriksa.
Mulai dia buka laci pertama, tak di kunci.
Hanya ada beberapa alat tulis disitu.
Laci kedua, ditemukannya satu buah kunci kecil. "Hmm... Kunci apa
ini?"tanyanya dalam hati
Robbi yang berdiri membelakangi pintu masuk tak sadar kalau dibalik pintu ada
seseorang yang sedang menggeram karena melihat mereka.
Tiba-tiba, bukkk... Robbi pingsan. Iko kaget mendengar suara tersebut segera ia
menoleh kearah Robbi. Tapi terlambat, orang itu sudah di depan mukannya, dan...
Buukkk...
Iko pun ikut pingsan.
***
Detektif mulai membuka semua lemari kepala sekolah, laci, meja, semua
diperiksa.
Detektif mengamati di sekelilingnya, pandangannya berhenti pada satu kamera
CCTV.
Detektif menaikkan alis kirinya dan senyum kecil tersungging dibibirnya.
Di Lihatnya sebuah layar CCTV yang mati, di bawahnya terletak beberapa kaset.
Sepertinya itu rekaman-rekaman kejadian di ruangan ini.
Di raihnya, tertera tanggal disitu. Ia memulai dari tanggal awal UN.
Samapi di hari ketiga ia menemukan sesuatu yang aneh.
Seseorang mengendap-endap kedalam, mengobrak-abrik amplop dan mengutak-atiknya.
"Benar dugaanku"Ucapnya.
Langsung dimatikannya layar itu, di ambil kasetnya agar bisa menjadi barang
bukti.
Karena terlalu fokus dengan kegiatannya detektif tak sadar ada seseorang yang
masuk kedalam ruangan.
Buukkk... detektif di timpuk menggunakan balok besar di bagian tengkuknya.
Sama seperti 4 sekawan, detektif pun pingsan
***

Matanya perlahan mulai terbuka, pusing masih terasa di kepalanya.
Digerakkan badannya, tapi ternyat ia sedang terikat disebuah kursi.
"Dimana aku?"tanya Iko dalam hati. Di lihatnya sekeliling, "Ahh,
ini gudang sekolah"batinnya.
Tiba-tiba matanya melotot melihat seseorang di depannya. "Rino...
"teriak Iko agak kencang, membuat orang yang dipanggil menoleh.
Ya, Rino tepat ada di depan Iko. Sedang terikat, mulutnya terbungkam dan
mengalir darah dari hidungnya. Mukanya pucat pasi dan tatapan matanya mulai
lemah.
Tak hanya Rino, semua teman-teman Iko termasuk detektif harus pun terikat
sejejer dengan Rino. Hanya saja mereka belum sadar.
"Rino... Apa yang terjadi? Permainan apa ini?"
Rino hanya diam menunduk, "Wah... wah... wah... jagoan kita sudah bangun
rupanya?"tanya seseorang yang baru saja datang. Ika terkejut melihat orang
itu, orang yang tak disangka-sangka olehnya.
"Bu Laras..." "Kenapa Iko? kok kaget begitu?"tanya bu Laras
dengan senyuman licik.
"Apa yang ibu lakukan?" "Iko, ibu tidak melakukan apapun kok.
Ibu hanya ingin menghilangkan rasa penasaran kamu"
"Maksudnya?" "Hmm... bukankah kamu sangat penasaran dengan
kematian-kematian mereka? kamu sangat ingin tau kan siapa pembunuhnya?"
"Ibu tau siapa pembunuhnya? Siapa bu? Apa, ibu..."jawab Iko agak
menerka-nerka.
"Hahahaha... Siapa ya? Oh, tunggu dulu... Menurut kamu siapa? Oh ya,
menurut kamu Rino ya pelakunya?"tanya bu Laras dengan gaya licik. Rino
yang mendengar hal itu tersentak lalu menatap kearah Iko.
Melihat tatapan itu, Iko menjadi tak enak hati. Dia seperti merasa bersalah
telah menuduh Rino.
"Benar Iko, memang Rino lah pelakunya. Tapi lebih tepatnya dia pendukung
pembunuhan itu. Dia tau semuanya, tapi dia bodoh! Menutupi kejahatan, berarti
ikut terlibat bukan?"
Iko mengerutkan keningnya, ia jadi binggung mendengar perkataan bu Laras.
"Bu, jangan berbelit-belit. Katakan siapa pembunuhnya!"desak Iko
"Hahahaha... Jadi kamu benar-benar ingin tau Iko? Baiklah, tapi kamu ingat
ya! Apapun yang kamu ketahui akan ada resikonya"ancam bu Laras.
"Apapun itu"ucap Iko lantang.
"Baiklah, baiklah. Pembunuhnya adalah... AKU"
ucap bu Laras dengan muka iblis.
"Tidak, tidak mungkin"ucap Iko lirih. "Tapi kenapa bu? Kenapa
ibu setega itu?"lanjut Iko agak berteriak.
"Hahahaaha... Tentu aku tega Iko. Aku akan melakukan apapun demi karirku.
Dan kau tau? mereka telah menghancurkan karirku, maka aku pun akan hancurkan
karir mereka"ucap bu Laras sambil mengepalkan kedua tanggannya.
"Karir? Karir apa?" "Hahaha... ya karirku sebagai guru
terfavorit. Kau tau? Sudah 5 tahun aku meraih gelar itu. Tapi karena kebodohan
anak ini, tahun ini aku gagal"ucap bu Laras murka saraya menunjuk kearah
Rino.
"Jadi ini hanya karena gelar bu? Ibu jadi setega itu?"Iko masih tidak
percaya.
"Ya, tentu saja. Lalu apa kau ingin bagaimana caraku membunuh mereka?
Baiklah... Akan ku ceritakan"
***Flash Back***
(Pembunuhan Pertama)
"Yuk pulang"ajak seseorang, "Duluan aja! saya ada panggilan alam
ni, mau ke toilet sebentar" "Baiklah, hati-hati ya"
"Oke"
Pengawas tersebut langsung meluncur ke TKP tanpa disadarinya ada seseorang yang
memperhatikan gerak-geriknya sedaritadi. Seseorang itu mengincar nyawanya.
Setelah selesai dengan panggilan alamnya, pengawas tersebut ingin bergegas
pulang.
Tapi sayang, seseorang menghentikan langkahnya. "Bu, ada apa
ini?"tanya pengawas itu agak kaget karena melihat bu Laras mengacungkan
pisau kearahnya.
Bu Laras hanya tersenyum dingin, tak dihiraukannya pertanyaan itu. Lalu,
"Aaaaaa... " ternyata pisau sudah bersarang di dada pengawas itu,
ditariknya pisau itu turun keperut pengawas. Tak dihiraukannya suara pengawas
yang kesakitan. Darah pengawas itu muncrat sana-sini bahkan di mukanya sendiri,
tapi tidak juga dipedulikannya. "A... pa... sa... lah... ku?"tanya
pengawas itu tersendat. "Kau sudah menghancurkan rencanaku"bisik bu
Laras.
Seketika itu ia merenggang nyawa.
Bu Laras tersenyum kecil, di kuaknya lubang di dada tersebut. Lalu di ambil
jantungnya, dimasukkan ke dalam sebuah kota biru berpita merah yang sudah
disiapkannya. Setelah itu dia membuka sarung tangan yang dikenakannya. Diganti
dengan sarung tangan yang masih bersih. Ia mengambil sebuah buku diary, lalu
menulis sesuatu. Setelah selesai disobeknya kertas tersebut, diselipkan di
antara pita dan buku diary dimasukkan kedalam tasnya.

(Pembunuhan Kedua)
Ia merasa tak tahan lagi, ingin segera ia turuni anak tangga untuk sampai di
toilet guru. Ia ingin segera membuang hajatnya. Tanpa dia sadari ada seseorang
dari belakang yang tengah mengincar nyawanya.
Bukkk... "Aaaaa..."teriaknya kaget karena tubuhnya sudah
terjatuh,berguling-guling ditangga, hingga terhempas sangat sangat kuatnya
kelantai. Dia bersimbah darah, sebelum ia merenggang nyawa. Dilihatnya
seseorang menginjak kepalanya yang penuh darah, dan... "Aaaaa...
"sekali lagi ia berteriak, sekaligus menjadi teriakan terakhirnya.
Orang itu tersenyum puas, lalu diraihnya sepatu korban. Dipotongnya sedikit
haknya, lalu dipatahkan seolah-olah hak itu memang patah akibat tergelincir.
"Bu Laras... Apa yang ibu lakukan?"tanya Rino yang melihat kejadian
tersebut.
Bu Laras kaget, dia kelabakan. Tapi perlahan ia berusaha tenang dan mendekati
Rino.
"Rino, ibu tidak melakukan apapun kok. Ibu hanya mencari keadilan untuk kamy"jawab
bu Laras.
"Keadilan? Keadilan apa by?" "Rino, ibu tau kamu sakit hati
dengan mereka. Mereka telah merusak masa depanmu. Jadi ibu membantu kamu untuk
membalaskan dendam pada mereka"
"Mereka? maksud ibu? Hah? Jangan-jangan ibu yang melalukan pembunuhan
kemarin?"Rino kaget dan agak bersuara kencang.
"Sssstttt... Jangan berisik dong, kalau kamu ribut nanti ada yang dengar.
Kita bisa celaka"bisik bu Laras seraya menempelkan jari telunjuknya di
depan bibir Rino.
"Bu kenapa ibu tega?" "Ini demi kamu sayang"ucap bu Laras
seraya memeluk Rino. "Ibu mencintaimy"dusta bu Laras.
Mendengar hal itu, Rino jadi takluk. Dan setuju untuk menyembunyikan kejadian
ini.
***
Rino menundukkan kepalanya, dari ujung matanya mengalir sungai yang cukup
deras. Ia sangat menyesal telah tergoda dengan wanita iblis yang
menjerumuskannya.
"Kenapa Rino sayang? Kenapa menangis?"tanya bu Laras dengan liciknya.
"Cuih... Murahan!" ucap Iko seraya meludah ke depan. Mendengar
kata-kata itu, mata bu Laras memerah.
"Dasar, anak tak tau diuntung. Bertahun-tahun aku mengajarimu, ini
balasanmu? Apa kau tak punya sopan santun sehingga mencaci gurumu
sendiri?"
"Apa? Mengajariku? Ya kau memang mengajariku. Tapi lihat apa yang kau
lakukan sekarng! Kau seperti penjahat tak berpendidikan. Kau licik"sahut
Iko.
"Hahahaha... Ya ya, terserah apa katamu"
"Lalu, kenapa kau sekap juga kekasihmu itu? Bukankah dia juga kaki
tanganmu?Dan bu Clara, apa kau juga yang melakukannya?"murka Iko
"Hmm... Awalnya begitu, tapi ku lihat dia mulai membangkang, maka kusekap
dia"jawab bu Laras, "Clara, clara, ya... Aku juga yang membunuhnya.
Dia saingan beratku, dan kalau aku tidak menyabotase hasil ujian siswa-siswinya
mungkin dia yang akan menggantikan posisiku sebagai guru favorit. Jadi, ku
bunuh saja dia. Sayangku Rino pun membantuku menggantungnya"ucap bu Laras
seraya melirik Rino. Rino makin dalam menunduk.
"Apa kau mau dengar ceritanya Iko? Begini ceritanya..."

bersambung...
***
Powered by Telkomsel BlackBerry®

0 komentar:

Posting Komentar