Keesokan harinya, semua tetap berjalan seperti hari-hari sebelumnya.
Siswa-siswi tetap mengikuti ujian dgn peraturan dan tata tertib yang sama.
Tak ada yang berbeda, kecuali toilet wanita yang masih di police line.
Di ruangan ujian 4 sekawan dan tentunya Rino, masih dalam keadaan tenang.
Iko menatap kearah Rino, ia masih menyimpan kecurigaan terhadap Rino dan masih
juga penasaran dengan kejadian kemarin.
"Permisi bu, mau ke toilet"tiba-tiba Rino mengacungkan tangannya dan
meminta permisi.
"Toilet?"ucap Iko sangat pelan, sangkin pelannya hanya dirinya yang
mampu mendengar ucapan itu.
"Kemarin dia juga ke toilet, oh ya ampun... Mayat itukan juga ditemukan di
toilet. Jangan, jangan... firasatku benar"batinnya bergumam.
"Silahkan, tapi jangan lama-lama!"sahut pengawas.
Rino mengangguk dan berlalu pergi.
Iko resah, ia makin curiga. "Aku harus mengikutinya"pikirnya.
Selang beberapa menit, Rino belum juga kembali. Iko makin resah, lalu ia
berinisiatif untuk meminta permisi juga, kemudian menyusul Rino. "Mungkin
ini kesempatanku untuk menyelidiki"pikirnya lagi.
"Permisi bu, saya mau ke toilet"ujurnnya nyaris sama dengan Rino
barusan.
"Nanti saja, kalau teman kamu sudah kembali"jawab pengawas itu.
"Tapi saya... Kebelet buk"tipu Iko.
"Tunggu temanmu dulu"pengawas tetap tidak mengizinkan.
Iko kehabisan cara, tak ada alasan lain yang bisa diberikannya agar ia bisa
menyusul Rino.
Hampir 30 menit Rino belum juga kembali, Iko makin resah saja. Ia sudah tak
memikirkan ujiannya lagi.
"Iko... Ssstt... ko"panggil Robbi setengah berbisik.
Iko menoleh kearahnya, "Ngapain loe? Jangan konyol deh! Kerjain soal ujian
loe, waktu hampir habis!"ucap Robbi kesal.
Tampaknya Robbi tau betul apa yang dipikirkan Iko.
Sejenak Iko terdiam, berangsur-angsur ia mulai fokus dan kembali mengerjakan
soal ujiannya.
10 menit sebelum bel berbunyi, Rino baru kembali.
Iko memperhatikan gerak-geriknya, ada yang aneh...
Muka Rino pucat pasi, keringatnya bercucuran, ia kembali mengerjakan soalnya
dengan tangan yang agak bergetar.
Iko makin curiga, kecurigaannya bertambah besar.
Teth... teth... teth... bel berbunyi.
"Letakkan soal dan jawaban kalian di atas meja dan silahkan meninggalkan
ruangan ujian!"perintah pengawas.
Seluruh peserta ujian pun berhamburan keluar, begitu pula dengan Rino. Ia
cepat-cepat keluar, seakan ingin segera lenyap dari pandangan seisi sekolah.
Iko hendak mengejarnya, tapi dihalangi oleh Robbi.
"Ko, kenapa sih loe masih aja ngeyel? Gue udah ngingatin loe, jangan ikut
campur!"cerocos Robbi seraya menarik tangan sahabatnya itu.
"Gue gak bisa diam aja Rob, lagian kenapa sih loe larang-larang gue? Atau
jangan, jangan..."sahut Iko dengan nada curiga.
"Jangan, jangan apa? Loe mau nyurigain gue? Bener-bener loe ya, gue
sahabat loe, gue cuma gak mau loe kenapa-napa. Loe ini seuzon mulu"potong
Robbi seakan tidak terima dicurigai oleh sahabatnya.
"Tapi anak itu aneh, loe gak liat gerak-geriknya tadi? Pasti ada sesuatu
yang dia sembunyikan. Gue yakin dia melakukan sesuatu tadi"ucap Iko lagi.
Perdebatan pun terjadi antara Iko dan Robbi.
"Woi, woi, udah doongg! kok malah jadi berantem?"Bondan mencoba
melerai pertengkaran mereka.
"Iya! Udah ahh, jangan pada ribut. Mending kita ke kantin, makan! Gue
laper ni... mumpung nafsu makan gue lagi bergairaaahhh"ucap Ujang
bersamaan dengan bau mulutnya
Pletaaakk... Alhasil satu jitakan mampir di ubun-ubunnya.
"Adaaww"teriak Ujang.
"Loe ini, orang lagi serius juga. Makan mulu"bentak Bondan, sangar.
Ujang mingkem, mulutnya manyun 3cm.
"Ma'aaaafff"ucapnya sambil mengelus-elus kepala yang baru saja kena
jitak Bondan.
Di tengah-tengah ketegangan 4 sekawan, tiba-tiba ada kerusuhan. Orang-orang
berlarian kearah tangga.
"eehh.. ada apa tuh disana?" "ada yang aneh dibawah tangga"
"ehh, ketangga yuk, katanya ada accident mengerikan" ucap orang-orang
yang melewati mereka silih berganti.
"Ada apa ya?"tanya Bondan, "Jangan, jangan... "belum selesai
Iko berbicara, ia malah berlari kearah tangga.
"Ko, tunggu!"Robbi pun menyusul. Tak mau ketinggalan Ujang dan Bondan
pun ikut menyusul. Tapi sayangnya, ada sedikit accident di antara mereka.
Mungkin karena masih dendam kena jitak Bondan, Ujang berusaha untuk mendahuli
Bondan. Bukannya mendahului, dia malah nabrak Bondan sampai Bondan mutar-mutar
di tempat.
"Waduh... Apa-apaan sih loe?"protes Bondan, tak terima, Bondan pun
berniat mendahuluinya juga. Di tariknya kerah baju Ujang, tapi berhubung yang
di tarik itu anak gajah... (#ehh-_-) bukannya
mendahului Ujang, dia malah ketiban Ujang. Lebih tepatnya ketiban anak gajah (#nah loh gimana tuh remuknya?bayangin
aja sendiri)
"Hadoowwww..."teriak Bondan, nafasnya sesak, dia gak bisa bernafas
lagi akibat di timpa jelma'an anak gajah (#nah ini lebih cocok kali ya?!)
"Ehh, Bon, sorry sorry, loe sih narik-narik gue"ucap si jelma'an anak
gajah santai.
"Kampreeeettt... Bangung blekok! Mati ni gueeekk"bentak Bondak
setengah teriak, setengahnya lagi nahan nafas.
"Oh iya, gue lupa. hehehhe..."Ujang cengengesan, sebelum dia kena
jitak lagi, tanpa ba-bi-bu Ujang lari meninggalkan Bondan.
"Kabooorrr" (#kebayang gak Ujang lari
gimana?bergoncang bumiku dan bumimu-_-eeh-abaikan-abaikan)
"Asseeemmm... Gue ditinggalin, awas loe ya!"ancam Bondan.
***
Sesampainya di kerumunan orang-orang itu, Iko langsung menerobos untuk melihat
apa yang terjadi di bawah tangga.
Begitu juga Robbi, ikut menerobos dengan badan cekingnya.
Ujang yang habis maraton gak sempat nerobos, malah ngos-ngosan di belakang
kerumunan (#untung dah dia ga
nerobos, bisa celaka kalo dia ikut-ikutan. ntar dikira anak gajah nyeruduk
lagi.ckckck)
Bondan pun ikut ngos-ngosan, tapi dia tetap nerobos masuk.
"Haaahhkkk..."Bondan kaget, seperti orang sesak nafas.
Kepala sekolah beserta guru lainnya, termasuk bu Clara dan bu Laras datang.
"Astaghfirullah"ucap Kepala Sekolah dengan kagetnya.
Di bawah tangga itu terkapar seorang wanita, bukan siswi bukan pula guru, dia
adalah seorang pengawas ujian.
Ia terkapar tak berdaya, tubuhnya terkulai lemas, sepertinya tulang-tulang
ditubuh itu sudah remuk semua. Dari bawah kepalanya mengalir darah cukup deras,
mungkin kepalanya bocor, matanya melotot.
"Bu, coba periksa denyut nadinya"perintah Kepala sekolah pada bu
Laras.
"Baik bu" perlahan bu Laras menuruni anak tangga, dan memegang
pergelangan tanggan wanita itu. "Innalillahi wa innailaihi
rojiun"ucap bu Laras dengan mimik wajah yang bersedih.
"Telpon Polisi"suruh Kepala Sekolah lagi, bu Clara pun segera
menelepon Polisi.
Beberapa saat kemudian Sersan Eddi datang dengan kedua orang anak buahnya.
Tapi kali ini ia tak bersama Detektif Harris.
Ia dan kedua rekannya itu mulai memeriksa lokasi kejadian.
Di temukan 2 kemungkinan, pertama korban tergelincir ketikan menuruni anak
tangga dan kedua korban sengaja di tolak oleh seseorang dari belakang.
Korban pun dibawa kerumah sakit untuk otopsi lebih lanjut.
"Bagaimana Pak?"tanya bu Kepsek, cemas.
"Mungin ini hanya kecelakaan saja, atau memang ada yang sengaja. Nanti
akan saya kabari lagi"ucap Sersan Eddi.
"Lalu bagaimana tentang kasus yg kemarin?"tanya kepsek lagi.
"Hmm, saya dan rekan saya sudah menyelidiki. Dari hasil penyelidikan kami,
saya menyimpulkan bahwa korban mutlak bunuh diri bukan dibunuh"jawab
sersan.
"Oh, begitu pak. Baiklah terimakasih pak. Tolong kabari saya lagi jika ada
informasi baru"pinta bu kepsek. "Baik bu, saya permisi"
Di tengah-tengah kerusuhan dan ketegangan orang-orang, ada seseorang yang
mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Ia diam-diam meninggalkan TKP dan menyelinap ke dalam suatu ruangan.
Ia mengendap-endap kesebuah ruangan yang cukup besar. terdapat 1 meja kerja
disitu, dengan 1 kursi di sisi satunya dan 2 kursi sisi lain tepat di depan 1
kursi tersebut.
Di atas meja itu tersusun amplop-amplop cokelat berisikan berkas-berkas
penting.
Terlihat dari amplop luarnya yang bertuliskan 'RAHASIA NEGARA"
Sepertinya ini ruangan KEPALA SEKOLAH dan amplop-amplop itu berisikan HASIL
UJIAN para siswa/i.
Orang itu mengobrak-abrik amplop-amplop tersebut, tangannya berhenti di satu
amplop.
Bertuliskan 'RUANG 5' ia tersenyum senang.
Ya, itulah amplop yang dicarinya.
Di bukanya perlahan, dilihatnya asal kelas salah satu LKS itu. Tertuliskan
Kelas : XII IPS 2.
Kembali ia tersenyum lagi, segera di keluarkannya 1 persatu LKS tersebut sambil
di utak-atiknya.
Setelah merasa selesai, dimasukkannya kembali dan dibereskannya amplop yang
terobrak-abrik tadi dengan sangat rapi.
Lalu ia pun keluar dari ruangan tersebut.
Tanpa di sadarinya, satu kamera berhasil membidik kelakuannya tadi. Entah
memang tidak menyadari atau mungkin ia lupa kalau di sudut ruangan itu
tergantung sebuah kamera CCTV.
***
"Lihat, apa yang gue bilang? Pasti akan ada sesuatu yang terjadi lagi.
Pasti itu kerjaan Rino. Itu pengawas dihari yang sama, hari ketika Rino
dikeluarkan dari kelas"ucap Iko dengan muka yang memerah.
Robbi diam saja, dia seperti menyesal sudah melarang temannya ini. Ia mulai
merasa setuju dengan opini yang diberikan Iko.
"Terus sekarang gimana? Kita harus ngapain?"tanya Bondan. Iko diam,
Robbi diam, Ujang ngupil (#ehh,ralat...) Ujang juga ikutan diam.
Lalu Robbi angkat bicara, "kita laporkan saja dia"usul Robbi.
"Laporkan kesiapa? Polisi? Kepsek? Mana mau mereka percaya"sahut
Bondan.
Iko terlihat berpikir, tiba-tiba Ujang memberikan ide cemerlang.
"Kita laporkan ke bu Laras"ucapnya semangat.
Mereka tertegun sejenak, lalu saling berpandangan,"Setuju..."jawab
mereka kompak.
Mereka pun mencari-cari dimana guru kesayangannya itu berada. Setelah beberapa
menit mutar-mutar koridor, akhirnya mereka menemukan bu Laras.
"Bu Laras"panggil mereka berjama'ah. Bu Laras terkejut, lalu menoleh
kearah mereka dan menghela nafasnya.
"Kalian ini, bikin ibu kaget aja"Ucap guru yang menjadi guru
terfavorit di sekolah ini hampir selama 5 tahun berturut-turut. "Ada
apa?"tanyanya lagi.
"bu, kami mau melaporkan sesuatu pada ibu"ucap Bondan dengan muka
serius yang malah bikin bu Laras takut ngeliat tampang sangarnya.
"Hmm... mau melapor apa? Apa ada biodata yang salah kalian isi sewaktu
ujian?"tanya bu Laras.
"Bukan bu"jawab Robbi. "Lantas apa?"
"Kami ingin memberitahukan sesuatu bu..."ucap Ujang membuat bu Laras
makin penasaran. "Iya apaan?"bu Laras makin tak sabar.
"Kami tau buk, siapa yang membunuh 2 pengawas itu"sahut Iko.
"Hah???"bu Laras kaget bukan main.
"Kenapa bu? Kok ibu kaget begitu"tanya Robbi.
"Oh enggak, memang siapa yg membunuhnya? Bukannya polisi sudah menetapkan
kalau itu hanyalah kasus bunuh diri?"sahut bu Laras.
"Oh ya bu?"Iko tak percaya. "Ya, tapi siapa orang yang kalian
maksud itu?"
"Kami berfikir kalo itu kerjaan Rino bu"sahut Bondan (#kami?Ikoajakalee)
"Kenapa kalian bisa berkata begitu, kalian punya bukti?"
"Memang kami belum punya bukti yang cukup kuat bu, tapi saya yakin...
Karena 2 korban itu adalah 2 orang pengawas pada hari pertama ujian bu. Dan
bukankah di hari itu Rino sempat ditegur dan tidak bisa mengikuti Ujian
akibatnya? Bisa jadi dia sakit hati dan dendam bu. Lalu melakukan pembunuhan
ini. Dan memang saat kejadian di temukan mayat-mayat itu, Rino sebelumnya
meminta permisi ke toilet dan tak kembali dalam waktu yang cukup lama
bu"jelas Iko panjang lebar.
"Hmm... Pemikiran yang bagus Iko. Tapi opini itu saja tak cukup kuat untuk
membuktikan Rino yang melakukannya. Sudahlah, kamu jangan seuzon gitu sama
Rino. Kasihan dia, kemungkinan dia tidak lulus tahun ini"ujar bu Laras
seraya tersenyum. "Sebaiknya kalian pulang, besok masih ada ujian.
Istrahatlah! Dan lupakan kejadian ini. Ini hanya kecelakaan."lanjut bu
Laras seraya pergi meninggalkan mereka.
Mereka saling pandang, lalu sama-sama menarik nafas dan menuruti perintah bu
Laras.
***
"Eddi"ucap seseorang dengan marahnya.
"Kau keterlaluan sekali, kau menyelidiki sendiri kasus yg seharusnya
melibatkan aku"sambung Detektif Harris.
"Tenanglah Harris! Itu bukan perkara besar. Hanya sebuah kecelakaan. Aku
sudah memeriksanya, korban hanya terjatuh dari tangga"sahut Sersan Eddi
enteng.
"Kau ini selalu meremehkan masalah. Kau tak bisa menyimpulkan suatu kasus
dalam sekejap mata dan menutup mata atas kejadian yang sebenarnya"bentak
Detektif Harris.
Sersan melotot, ia tak terima dibentak. "Apa maksud mu berkata seperti
itu? Menurutmu aku menutup-nutupi masalah? Kau jangan sok tau. Aku telah
menyelidikinya, aku tak mungkin salah"sahut Sersan tanpa rasa mengalah.
"Apa buktinya" sersan kemudian mengeluarkan sebuah amplop berisi
hasil visum dan sidik jari. Lalu sersan mengambil sebuah kantong plastik bening
berisikan sebuah sepatu High Heel yang sudah patah haknya.
"Bagaimana?"tanya sersan Eddi seraya tersenyum penuh kemenangan.
Detektif Harris terdiam. "Baiklah, kali ini kau benar, tapi untuk kasus
pertama aku masih belum mempercayai itu kasus bunuh diri"ucapnya.
"Terserah!"
Detektif lalu pergi meninggalkan ruangan sersan Eddi.
Ia masih tak percaya juga dengan keputusan yang diambil sersan Eddi.
Ia berniat menyelidiki kasus ini lebih dalam lagi, ada dan atau tanpa ada Eddi.
Detektif Harris mendatangi sekolah tempat asal pengawas mengajar, lalu bertanya
tentang karirnya selama menjadi guru disana.
Aneh sungguh aneh, pengawas itu bukanlah seorang wali kelas dan bukan juga
seorang guru favorit di sekolah itu. Tidak sama seperti yang telah di
tuliskannya di diarynya.
Kemudian Detektif Harris pun menanyakan tentang masalah pribadinya, tentang
kekasihnya.
Sontak Detektif Harris terkejut sewaktu salah seorang rekan korban mengatakan
bahwa korban sudah lama menjanda, dan belum menemukan pengganti suaminya.
Lantas apa maksudnya tulisan di diary itu? Apa maksudnya isi kotak biru berpita
merah itu dan tulisan disecarik kertas itu, apa? apa mksudnya?
Aneh... Aneh sekali.
Tak hanya kasus pertama, detektif juga mencoba mencari tahu tentang kasus
kedua.
Ia bertanya pada salah seorang penjaga sekolah, apakah penjaga itu melihat
kejadian sebelum korban kedua jatuh dari tangga? Tapi sayang, hasilnya nihil.
Detektif tak menemukan apapun.
Dan penyelidikan pertamanya masih tak membuahkan hasil.
Sejenak ia menyerah, mungkin memang dia yang terlalu berambisi untuk memecahkan
kasus ini. "Mungkin benar yang diucapkan Eddi"itu fikirnya.
***
Beberapa hari kemudian, ujian selesai.
Tak terjadi accident mengerikan lagi, tak ada lagi yang terkuak dada dan
perutnya di toilet wanita, dan tak ada lagi yang jatuh dari tangga hingga
membanjiri lantai dengan darah.
Semua kembali normal, dan siswa-siswi pun diliburkan.
Mereka hanya diminta menunggu pengumuman saja.
Lambat laun, kasus-kasus itu dilupakan.
Tapi tidak dengan Harris, seorang detektif profesional yang nampaknya seditik
frustasi tak dapat memecahkan kasusnya dengan masuk akal. Menurut Harris,
ditemukan dalam keadaan terbelah itu bukanlah percobaan bunuh diri dan bukanlah
pemecahan kasus dengan masuk akal.
Selain Harris, ada seorang lagi yang belum bisa melupakan kejadian itu.
Dia lah Iko, sang calon detektif ...
Lantas, bagaimana kelanjutan cerita kedua detektif ini???
Apakah insting kedetektifan mereka selama ini memang salah??? Atau malah
orang-orang yang terlalu bodoh, hingga di kelabui mentah-mentah oleh si
pembunuh???
Powered by Telkomsel BlackBerry®
0 komentar:
Posting Komentar