Minggu, 08 Desember 2013

~ Detective And The Gank : Tragedi UN ~ Part 4

Part 4

"Pak, tolong kasus ini diselidiki dengan segera! Karena siswa-siswi saya
harus tetap mengikuti ujian"pinta Kepala Sekolah
"Tenang saja bu, kasus ini akan segera kami selidiki dan kami mohon selama
kasus ini diselidiki toilet wanita tidak boleh dipergunakan dulu. Sampai kasus
selesai"jawab pak Polisi
"Baik pak"
Polisi tadi pun masuk ke toilet, di dalam sudah ada 2 orang rekannya yg
mengenakan seragam sama dengannya dan seorang lagi hanya memakai baju biasa...
Tidak, tidak, bukan baju biasa, tapi baju yg biasanya dikenakan oleh seorang
Detektif.
"Bagaimana Harris?"tanya Sersan Eddi
"Hmm... Lihat isi kotak ini!"sahut Detektif Harris sambil menyodorkan
sebuah kotak biru berpita merah darah.
Sersan Eddi membuka kotak itu, seketika matanya melotot, raut mukanya berubah
menjadi heran.
"Ini jantung?"kata Sersan Eddi setengah bertanya
"Ya"jawab Detektif Harris, sambil memberikan secarik kertas kecil
pada Sersan Eddi. Di bacanya dengan saksama, lalu ia mengerutkan keningnya.

' SIAPA PUN YANG MENEMUKANKU, TOLONG BERIKAN KOTAK INI PADA DIA YANG AKU CINTAI
TAPI TELAH MENCAMPAKKANKU!!! JANTUNGKU ADALAH MILIKNYA, SELAMANYA... '
Begitulah isi kertas tersebut.

"Hmm... Apa ini percobaan bunuh diri?"tanya Sersan Eddi
"Kemungkinan iya, tapi kita harus menyelidiki lebih dalam lagi"jawab
Detektif Harris
"Ton, Hen, pakai sarung tangan kalian! Tolong masukkan mayat ini ke
kantung mayat dan ambil pisau serta barang bukti lainnya!
Kita akan mengotopsi dan memeriksa sidik jari pada semua barang
bukti"perintah Detektif Harris pada 2 orang rekannya.
"Baik"jawab mereka dan langsung melaksanakan perintah rekannya itu.
Sersan Eddi pun mengenakan sarung tangannya, lalu mengambil tas milik korban,
di bongkarnya. Lalu ia menemukan beberapa barang, di antara barang tersebut ada
1 barang yang menarik perhatian kedua rekan kerja ini.
Buku diary milik korban.
***
Iko termenung, iya memikirkan kejadian yang baru saja terjadi di sekolahnya.
"Gue gak habis pikir, siapa yang tega melakukan pembunuhan itu ya?
Sesangar-sangarnya gue, gue gak akan setega itu"ucap Bondan dengan muka
sangar penuh keheranan.
"Muka boleh sangar, hati... dangduutt, ehh"sahut Robbi keceplosan.
Plaaaakkkk... Bondan melotot, sepatunya sudah berpindah tempat dari kaki ke
muka Robbi.
"Hadooowww"teriak Robbi kesakitan "Gue kan cuma becanda
Bon"sambungnya sambil mewek.
Bondan memanyunkan mulutnya.
"Gue nyesel masuk kesitu, ngeliat mayat itu. Sumpeh deh gue nyesel banget.
Gue jadi kehilangan nafsu makan gue"sesal Ujang.
"Bagus dong Jang, biar loe diet. Biar tu badan gak melar terus"sahut
Bondan.
"Tega loe, gue kan masih masa pertumbuhan"ucap ujang dengan mimik
muka memelas seraya memegang perut buncitnya.
Bondan dan Robbi saling pandang, "Hahahahahha..."tawa mereka pun
pecah membahana karena ucapan Ujang.
Mereka berdua terus bercanda dan menggoda Ujang. Mengingat dan membayangkan
ulang keadaan mayat itu.
Usaha mereka berhasil, untuk kesekian kalinya Ujang menumpahkan isi perutnya.
Mereka tertawa puas, sedangkan Ujang mencak-mencak.
Iko sendiri masih dengan lamunannya.
"Hmm... Apa ini kerjaan Rino?"ucapnya pelan.
Di sela tawa Robbi & Bondan, mereka mendengar ucapan Iko.
"Maksud loe apa ko?"tanya Robbi bingung.
"Kalian ingatkan hari pertama ujian, apa yang dilakukan pengawas itu
terhadap Rino? Bisa jadi Rino sakit hati dan dendam, lalu dia melakukan
pembunuhan itu"tebak Iko.
"Ahh parah loe, jangan seuzon gitu dong. Masa iya sih tu anak setega itu?
Lagian gue yakin dia gak berani melakukannya. Secara dia itu pendiam, gak
banyak ngomong"sahut Bondan.
"Justru itu, anak pendiam bisa lebih berbahaya ketimbang model kayak
loe"jawab Iko.
"Ett daahh... Sadap bener kata-kata loe"sahut Bondan lagi.
"Serius... yang kayak Rino itu pasti lebih banyak tekanannya.
Tekanan-tekanan itulah yang bisa membuat dia berjiwa tega dan sadis"lanjut
Iko.
"Secara logika, masuk akal sih kalo Rino tersangkannya. Tapi loe gak bisa
asal nuduh ko. Harus ada bukti yang kuat"sahut Ujang yang baru selesai
dengan urusan perutnya, lalu mendadak berkata bijak.
"Gimana kalau kita selidiki?"ajak Iko, jiwa detektifnya membara.
Ya... Iko memang bercita-cita menjadi seorang detektif.
Dia sangat suka mengungkap suatu misteri atau apapun yang memicu keanehan.
Selain itu instingnya kuat.
"Gue gak setuju, itu terlalu berbahaya buat kita. Udah lah kita jangan
ikut campur! Nanti malah jadi masalah"ucap Robbi cepat.
"Loe takut?"tanya Bondan "Gue gak takut, cuma males ikut campur.
Secara ini musm ujian, mendingan kita fokus sama masalah kita sendiri"
"Gue setuju sama Robbi, lagian gue gak mau kehilangan nafsu makan gue
lagi"jawab Ujang yang masih trauma.
Iko menghela nafas panjang.
"Gimana ko? Loe masih pengen nyelidiki?tanya Bondan.
"Masih"jawab Iko mantap
"Udahlah ko, loe jangan nyeret-nyeret diri loe sendiri kedalam masalah
yang loe gak tau pasti"sahut Robbi mengingatkan "Lagian apa untungnya
coba ngebuktiin Rino pelakunya? Kalo benar, kalo itu cuma firasat loe aja
gimana?"sambung Robbi panjang lebar.
"Tapi gue penasaran"Iko masih berkeras.
"Kalo loe penasaran, tunggu aja beritanya dari polisi. Kan uda ada polisi
yang lebih ngerti nyelesaiin masalah ini"jawab Ujang, tumben pinter.
"Tapi gue gak mau nunggu lama. Gue mau ngungkap sendiri. Loe kan tau,
insting gue kuat banget"tetap Iko masih ngotot ingin menyelidiki.
"Gue gak setuju"kata Robbi cepat "Gue juga"Ujang
ikut-ikutan.
"Kalo gue sih terserah loe aja ko. Selidikin ayo! Gak selidikin malah
bagus, hehehe..."sahut Bondan yang sebenarnya takut, tapi biar gak
kelihatan takutnya, pura-pura berani deh.
"Hmm... "Iko menghela nafasnya lagi, kali ini lebih panjang.
***
Di sisi lain, malam itu juga Sersan Eddi dan Detektif Harris membicarakan hasil
dari bukti-bukti penyelidikan mereka.
"Bagaimana?"tanya Sersan Eddi
"Tak ada sidik jari orang lain selain sidik jari korban sendiri"jawab
Detektif Harris "Dan tak ditemukan luka lain selain sobekan pada dada dan
perutnya"sambungnya lagi.
"Berarti ini mutlak kasus percobaan bunuh diri"analisis Sersan Eddi.
"Tapi saya belum yakin, insting kedektetifan saya mengatakan ini kasus
pembunuhan"
Sersan Eddi agak tersenyum kecil, "Ayolah Harris, kau ini juga manusia biasa.
Walaupun kau Detektif yg handal, instingmu itu bisa saja meleset
sekali-kali"celetuk Sersan Eddi dengan nada tak menyenangkan.
Sejenak detektif Harris memandangnya, lalu mengaligjan pandangan pada hasil
visum dan berkas lainnya.
"Sudah baca diarynya?"tanya Sersan Eddi
"Sudah"
"Apa yang tertulis?"
"Banyak, semua hal tentang kehidupannya dan karirnya sebagai seorang guru
sekaligus walikelas terfavorit, juga ambisinya untuk selalu memenangkan ajang
pemilihan guru terfavorit di SMA nya mengajar"
"Apa lagi yang kau temukan dalam diary itu?"
"Di lembar terakhir, iya menuliskan kekecewaannya terhadap pasangannya
yang berkhianati dan mencampakkannya"lanjut detektif Harris.
"Sudah jelas, dia bunuh diri. Kasus ditutup!"celetuk Sersan Eddi
seenaknya.
"Tidak bisa, kita belum menyelesaikan penyelidikikannya"detektif tak
setuju.
"Penyelidikan apa lagi? Semua bukti sudah mengarah pada kasus percobaan
bunuh diri. Ini bukan pembunuhan"sersan tak mau kalah.
"Tapi kita belum memeriksa ke tempat iya mengajar, kita juga belum
memastikan apa dia benar memiliki pasangan yang berkhianat hingga membuatnya
bunuh diri"
"Ayolah pak Detektif yg terhormat! Apa kau tak bisa menilai? Semuanya
sudah jelas, kotak dan diary itu buktinya. Tak kau temukan juga sidik jari
orang lain bukan?"sersan mulai panas.
"Hmm... bisa jadi ini sabotase"tebak Detektif
"Sabotase? Mana mungkin. Lihat diary ini, sudah tertulis semenjak beberapa
tahun silam! Dengan urutan tanggal yang kronologis. Apa mungkin ini sabotase?
Hentikan sikap kedetektifanmu yg sok tau itu! Semuanya sudah selesai"ucap
Sersan dengan nada yang cukup tinggi.
"Aku akan tetap menyelidiki"sahut detektif
"Terserahmu! Tapi jangan memaksa, agar kau mendapatkan penghargaan lagi
hanya untuk menguak kasus yang sudah terbukti kejelasannya"ucap sersan
sembari meninggalkan rekannya yang masih bersikeras menguak kasus ini.
Riwayat dari kedua rekan ini, mereka adalah sepasang rekan kerja yang sering
dideutkan di setiap kasus. Detektif Harris sebagai penyelidik, sedangkan Sersan
Eddi sebagai pengambil keputusan kasus ditutup atau masih berlanjut. Dia juga
yang memiliki kewewenangan tinggi untuk melapor pada atasan.
Tapi seiring dengan karir mereka, Detektif Harris lebih banyak mendapatkan
penghargaan dalam setiap kasus yang mereka pecahkan. Tak heran Sersan Eddi agak
kesal melihat sikap Detektif yang bersikeras melanjutkan penyelidikan.
Mungkin ia merasa Detektif terlalu terobsesi atau sebagainya.
Tapi kasus sudah ditutup!
***
Powered by Telkomsel BlackBerry®

0 komentar:

Posting Komentar