Jam menunjukkan pukul 07.30, padahal waktu pengumuman masih satu jam setengah
lagi.
Tapi Rino sudah berada di sekolah, ia amat tergesa-gesa. Sepertinya ia mencari
seseorang.
"Rino, sedang apa disini sayang? Pengumuman nanti jam 9"ucap bu Laras
dengan manisnya.
"Bu, ada yang ingin saya bicarakan"sahutnya.
"Ada apa sayang?katakan apapun yang kamu inginkan!"tanya bu Laras
dengan senyum menggoda.
"Kita harus menyerahkan diri bu, kita harus mengakui kesalahan kita dan
bertanggungjawab atas kematian mereka"pinta Rino. Mendengar permintaan
itu, wajah manis bu berubah menjadi wajah iblis.
"Apa maksudmu berkata begitu? Kamu mau kita dipenjara?"tanya bu Laras
Rino terdiam, "Tapi bu, mereka menghantui saya. Mereka meminta
tanggungjawab kita"
"Kalau begitu kamu saja yang serahkan diri kepolisi" "Tapi kan
bukan saya yang membunuh mereka"
"Kalau begitu, tutup mulutmu! Sebelum aku yang menutup mulutmu
selamanya"
Mata bu Laras melotot, jari telunjuknya menunjuk-nunjuk muka Rino.
Tanpa mereka sadar, ada yang mendengarkan percakapan mereka.
"Laras, Rino, apa maksud kalian? Pembunuhan apa yang sedang kalian
bicarakan? Atau jangan... "ucap bu Clara terputus, "Clara" bu
Laras kaget, "Kalian yang membunuh 2 pengawas itu? Benarkah?"tanya bu
Clara terheran-heran.
"Gak buk, bukan saya pelakunya. Bu Laras yang membunuh mereka. Saya hanya
saksi saja bu"bantah Rino
"Keparat kau Rino"bentak bu Laras.
"Laras, tega sekali kau? Kenapa kau lakukan itu?"
"Halah, diam saja kau Clara. Kenapa aku melakukan itu? Ya tentu harus ku
lakukan, mereka menghancurkan impianku, rencanaku. Dan sekarang kau sudah tau
semuanya, kau harus menyusul mereka. Kau harus matii!" bu Laras menceking
bu Clara hingga tersender di dinding.
"Mati kau Clara!" "La... ras... hentikaaann"bu Clara mulai
sulit bernafas.
"Bu, berhenti bu, bu Clara bisa mati" "Diam kau Rino, atau ku
bunuh juga kay"acamnya.
Rino terdiam, dia gelisah ingin membantu dan menhentikan pembunuhan itu. Tapi
sayang, dia terlalu takut pada bu Laras.
"La... ras... kau... akan... menyesal"itulah kata-kata terakhir bu
Clara, kemudia ia pun berhenti bernafas.
"Dia mati bu"ucap Rino kaget, "Hahahahha... Ya, sekarang bantu
aku, seret dia ke kelasnya! Kita akan membuat drama baru"senyum licik pun
terlihat diwajah bu Laras.
Bak terhipnotis, Rino melaksanakan perintah bu Laras.
Mereka menyeret bu Clara, lalu digantungnya bu Clara seolah-olah ia bunuh diri.
***
"Ckckckck..."Iko berdecak heran sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya.
"Tega sekali kau. Dan kau Rino? kau, kau bodoh sekali"bentak Iko
murka.
"Hahahahhaha..."bu Laras terbahak-bahak melihat kemarahan Iko,
sedangkan air mata Rino semakin deras. Ia sangat menyesal, tapi semua sudah
terlambat. Ia sudah terlanjut terlibat kasus pembunuhan itu.
"Baiklah Iko, sekarang semuanya sudah selesai. Terlalu banyak yang sudah
kau ketahui dan seperti kataku tadi, semua hal yang kau ketahui ada resikonya.
Sudah siap menerima resikomu Iko?"tanya bu Laras.
"Apa maksudnya?"
"Maksudnya... Kau dan teman-temanmu harus mati!"
Iko dan Rino pun tersentak mendengar perkataan bu Laras.
"Tidak, kau tak bisa membunuh kami"
"Tentu saja bisa Iko, dan kau akan menjadi saksi kematian
teman-temanmu"bu Laras mengambil Pisaunya, "Mulai dari kau Rino
sayang"bisiknya seraya menyodorkan mata pisau di area wajah Rino.
Rino amat ketakutan, "Bersiaplah"teriak bu Laras menggema.
Ia mengangkat pisau yang dipegangnya tinggi-tinggi, dan...
"Tiddaaaakkk... "
Doorrrr... "Aaaaa"
tiba-tiba sebuah peluru melesat dan bersarang di tangan bu Laras membuat
pisaunya terjadi.
"Angkat tangan! Kau sudah dikepung!" ternyata sersan Eddi dan
pasukannya datang menyergap bu Laras.
"Tangkap dia!"perintah sersan Eddi pada anak buahnya.
"Tidak, lepaskan aku! Iko, lihat saja kau! Kau akan menerima
balasannya"teriak bu Laras
Iko hanya diam saja, tak terbesit sedikitpun rasa takut mendengar kata-kata
itu.
Sersan Eddi pun melepaskan ikatan detektif Harris dan menyuruh anak buahnya
melepaskan yang lain juga.
"Harris, apa kau tak apa?"tanyanya panik.
Detektif Harris yang telah sadar mengangguk.
***
"Harris, aku minta maaf! Aku tak mempercayai perkataanmu, ternyata aku
terlalu bodoh hingga terkelabui oleh penjahat itu"sesal sersan Eddi.
"Sudahlah Ed, semuanya sudah berakhir... Lalu bagaimana kau tau
keberadaanku?"tanya detektif
"Hmm... sepertinya naluri kedetektifanmu sudah menural padaku. Aku hanya
berfirasat akan ada sesuatu yang buruk terjadi padamu. Lalu aku kemari, karena
aku yakin kau pasti masih menyelidiki kasus ini"ucap sersan sambil
tersenyum.
"Terimakasih Ed, kau memang sahabat terbaikku"
Sersan Eddi tersenyum, "Dan untuk kalian, terimakasih telah membantu kami.
Besok kalian dan detektif silahkan menghapad ke kantor. Kalian akan jadi saksi
kasus ini"lanjut sersan Eddi
"Baik Pak!"jawab mereka kompak.
Sersan Eddi pun berlalu pergi.
"Sekali lagi terimakasih atas kerjasamanya"ucap detektif Harris pada
4 sekawan
"Ahh, itu bukan apa-apa pak!"ucap Bondan merendah.
Robbi dan Ujang pun ikut mengangguk, sedangkan Iko hanya tersenyum.
Detektif memandang kearah Iko, seperti ada yang ingin disampaikannya.
"Lalu, bagaimana dengan sekolah kalian? Apa kalian akan melanjutkan
keperguruan tinggi?"tanya detektif
"Ya pak"ucap mereka kompak kecuali Iko, Iko hanya diam saja.
"Kamu Iko?"tanya detektif lagi
"Ahh, saya ini cuma anak yatim-piatu yang tinggal di sebuah panti asuhan
pak. Mana mungkin saya punya biaya untuk kuliah"
"Lah ko, tapi kan loe pinter. Loe pasti bakalan dapet beasiswa"potong
Ujang belagak bijak.
Iko diam saja.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kamu ikut saya? Saya akan mengadopsi kamu
dan membiayai kuliah kamu"ajak detektif
4 sekawan pun kaget, ada kebahagian terpancar-pancar dari wajah mereka.
"Bagaimana? Nanti kamu melanjutkan ke perguruan tinggi tempat saya menempa
ilmu kedetektifan saya. Saya yakin, suatu saat kamu akan jadi detektif yang
propesional"
"Serius detektif?" "Tentu"
Iko tersenyum bahagia, ia melihat keteman-temannya. Teman-temannya mengangguk
seraya ikut terseyum menandakan mereka ingin mendengar kau setuju dari Iko.
"Baiklah pak, sama mau. Terimakasih pak"
"Sama-sama"
***
Beberapa hari kemudian, Rino dan Bu Laras ditetapkan bersalah.
Rino dipenjara di Rutan khusus remaja, dan dia mulai merenungi kesalahannya
disana.
Sedangkan bu Laras, ia menjadi penghuni baru disebuah Rumah Sakit Jiwa.
Ya, bu Laras divonis sakit jiwa.
Ditempat lain, tepatnya di Bandara.
Terjadi sebuah perpisahan sementara yang super singkat diantara 4 sekawan.
Robbi, Ujang dan Bondan mengantarkan Iko yang akan terbang keluar negeri untuk
menggapai cita-citanya menjadi seorang detektif.
"Ko, Loe jangan pernah lupain kita-kita ya! Kalo loe uda berhasil, loe
harus ingat gue sahabat loe ko"ucap Bondan seraya menangis kecil
"Iya ko, loe baik-baik disana. Jangan lupain kita. Kita seneng banget
punya sahabt kayak elu"sambung Robbi
"Gue juga senang punya sahabat kayak kalian. Gue ga akan pernah lupain
kalian"ucap Iko menenangkan teman-temannya yang mulai sedih dengan
kepergiannya.
"Ko, gue janji deh kalo loe balik nanti, gue ga akan nyomot mangkok bakso
loe lagi. Janji!"ucap Ujang sambil mewek agak keras.
"Hahahahaha... Bisa aja loe jang"ucap Iko sambil menepuk pundak
Ujang.
"Iko, ayo berangkat! Pesawat sebentar lagi berangkat"perintah
detektif Harris
Iko menangguk, "Baiklah, gue berangkat dulu. Jaga diri kalian
baik-baik"
Lalu Iko berlalu pergi.
Trio yang ditinggalkan pun berpelukan melihat kepergian sahabatnya ini.
"Ko, loe bakalan kembali kan?"
Iko menoleh dan tersenyum...
"PASTI"
THE END
****
Thanks buat reader yang udah baca dari part 1 sampe part 8 ini.. :))
Powered by Telkomsel BlackBerry®
0 komentar:
Posting Komentar