Jumat, 14 Maret 2014

• Crematorium •

Pamanku memiliki sebuah funeral house (rumah/tempat untuk memandikan & mengkremasi mayat, dll ) dan aku berkesempatan untuk bekerja separuh waktu disana selama musim panas. Aku ditempatkan di bagian krematorium. Pekerjaan itu tidaklah menyenangkan, tapi upah yang didapat sungguh memuaskan. Tentunya sebagai mahasiswa miskin, aku sangat membutuhkan uang. Mengurusi mayat-mayat adalah hal yang mengerikan pada awalnya, tapi setelah beberapa hari dijalani, akhirnya aku mulai terbiasa.

Suatu pagi, ketika sedang menyapu lantai ruang krematorium, sebuah mobil jenazah tiba di parkiran. Seorang pria dengan setelan jas berwarna hitam keluar dari mobil dan langsung disambut oleh pamanku.

Tak lama kemudian, paman memanggilku dan memintaku untuk membawa peti jenazah ke ruang krematorium. Aku merasa sedikit aneh, karna biasanya sebelum dibawa keruang krematorium, peti mati akan terlebih dahulu dibawa ke ruang yang letaknya bersebelahan dengan ruang krematorium untuk mengurusi beberapa hal. Tapi aku lebih memilih diam, tidak bertanya apapun.

Kami meletakkan peti di lantai, sementara itu paman tengah mempersiapkan persiapan kremasi. Tinggal lah aku dan pria yang memakai setelan jas hitam itu di dalam ruangan. Suasana pun menjadi kikuk, kami berdua hanya berdiam diri, tak tahu harus berkata apa. Aku menduga kalau pria ini pasti keluarga dekat seseorang yang terbaring di dalam peti mati itu. Yang membuat sedikit aneh, wajahnya tak memperlihatkan kesedihan sedikitpun.

Ketika oven telah siap, paman dan aku mengangkat peti itu dan meletakkannya ke bangku baja. Sebelumnya, kami membuka penutup mayat, dari sana aku dapat melihat ke dalam peti. Disana terbaring seorang pria muda, mungkin berusia sekitar 30 tahun. Biasanya mayat terlihat sangat pucat, tapi ini berbeda; wajahnya tetap berwarna merah muda.

Paman memasukkan bahan bakar, menyulut api, dan menekan tombol otomatis. Peti mati bergerak perlahan masuk ke dalam api. Ketika peti sudah masuk dengan sempurna, paman keluar dan menutup pintu, diikuti oleh pria berjas hitam. Sedangkan aku masih berdiri disana, menunggu. Biasanya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam untuk membakar semuanya menjadi abu. Setelahnya, aku akan mengumpulkan abu tersebut dan meletakannya di dalam sebuah guci atau bejana, lalu siap diberikan pada keluarga mereka.

Pamanku dan pria berjas hitam itu pergi ke ruang sebelah. Mungkin mereka akan menyelesaikan surat-menyurat atau hal penting lainnya perihal kremasi, sementara aku melanjutkan menyapu ruang krematorium.

Sekitar 10 menit kemudian, aku mendengar suara-suara aneh yang berasal dari oven. Awalnya, aku pikir itu hanya imajinasiku, tapi suara itu semakin lama terdengar semakin jelas. Aku mencoba berasumsi kalau itu hanyalah suara metal yang memanas oleh api.

Bang! Bang! Bang! Bang!

Suara itu jelas sekali seolah-olah seseorang di dalam sana memukul-mukul peti dengan panik, berusaha untuk keluar.

Aku merasa ngeri, dan sangat yakin kalau pria di dalam peti itu masih hidup. Tak kuasa menahan ketakutan, aku berlari ke ruangan sebelah. Tubuhku gemetar hebat. Aku memberitahu paman tentang apa yang kudengar, dan mengajak mereka untuk segera mengecek ke ruang krematorium.

Bang! Bang! Bang! Bang!

"Aku tak mendengar apapun," kata pamanku.

Bang! Bang! Bang! Bang!

"Aku juga," pria berjas hitam menimpali.

Aku menatap tak percaya ke arah mereka bergantian, shock dan tertegun. Bahkan, aku meragukan kewarasanku saat itu. Paman dan pria itu kemudian kembali ke ruangan sebelah. Aku hanya berdiri di tengah ruangan, memasang indera pendengaranku lebih tajam lagi.

Aku tak tahu bagaimana cara membuka peti itu dengan aman. Bahkan mungkin jika aku dapat melakukannya, aku pasti dihadapkan pada pemandangan yang mengenaskan . Setelah 10 atau 15 menit terbakar api, mungkinkah seseorang masih dapat bertahan hidup?

Akhirnya, suara gaduh itu melemah dan semakin melemah, hingga akhirnya benar-benar menghilang. Sekarang, aku hanya dapat mendengar suara kayu berderak di lahap api. Tak ada suara aneh lagi.

Satu jam kemudian, pamanku datang dan mematikan oven. Bersama-sama, kami meletakkan abu mayat ke wadah di bawahnya, kemudian menuangkannya kedalam sebuah bejana. Pria berjas hitam itu menerima guci abu dengan senyum yang lebar menyeringai, lalu ia kembali ke dalam mobilnya dan pergi.

Paman memberiku amplop yang penuh dengan uang, dan memberitahuku agar tidak pernah membicarakan pada orang lain tentang apa yang kudengar tadi. Kami tak pernah membicarakan hal itu lagi. Bisnis berjalan lancar seperti biasanya.

Namun, sampai hari ini, aku masih sering mengalami mimpi buruk tentang bunyi bedebum yang berasal dari dalam oven krematorium.

*ScaryForKids
Powered by Telkomsel BlackBerry®

0 komentar:

Posting Komentar