Jumat, 14 Maret 2014

A, B, C, D

Aku berjalan menuju pintu basement dan membukanya, melihat ke bawah, ke dalam lubang berwarna hitam yang sangat familiar bagiku. Aku menjauhkan rambut pirang ku dari mataku, sehingga aku bisa menuruni tangga dengan hati-hati, memastikan agar aku tidak tersandung.

"Apakah kau percaya bahwa hari ini tepat tiga tahun aku bertemu denganmu? Tampak sudah begitu lama bukan, Patrick?" Aku mencapai dasar basement dan mengangkat tanganku; mencari rantai manik-manik yang akan menyalakan lampu. Tanganku menjelajah di udara selama beberapa detik sebelum aku merasa rantai logam yang dingin menyentuh jari-jariku. Aku memegangnya dan segera menariknya kebawah. Segera setelah kutarik, cahaya dari lampu neon yang tergantung di langit-langit, memenuhi ruangan itu.

Basement rumahku tidak dilengkapi dengan perabotan-perabotan. Itu hanyalah sebuah tempat dimana kami menyimpan barang-barang yang tidak kami perlukan. Menyadari bahwa sampah-sampah itu sudah menumpuk, kami mengadakan cuci gudang setidaknya sekitar dua puluh tahun yang lalu. Kami telah tinggal disini sepanjang hidup kami dan basement itu bisa menceritakan semua kisah hidup kami. Aku menatap boneka usang dan mainan-mainan rusak yang tergeletak di tepi tangga, barang-barang masa kecilku. Keadaan mainan-mainan itu sudah parah, sangat tidak mungkin untuk bisa bermain dengan mereka lagi, tapi aku terlalu menyayangi mereka sampai-sampai tidak tega membuangnya. Aku melangkahi tumpukan boneka tanpa kepala itu dan bergegas melewati kuda goyang yang setengah kepalanya telah hancur, serta tertutup noda coklat gelap yang kontras dengan seluruh tubuhnya yang berwarna putih.

"Saat aku menaiki kuda itu, aku merasa hari esok tidak akan ada! Apakah kau telah melihat foto ku saat masih bayi sedang menaiki kuda itu? Foto itu ada di mantel. Aku akan menunjukkan nya padamu nanti." Aku berjalan melewati rak-rak boneka teddy yang sudah usang dan berjalan ke arah tumpukan pakaian.

"Seperti nya kau telah menyadari bahwa ibuku adalah seorang yang sudah tua. Aku tidak berpikir bahwa dia telah membuang semua barang yang pernah kugunakan. Dia tetap menyimpan setiap mainan, setiap sepatu, setiap pakaian... Aku terkejut kenapa tidak ada segunung tisu bekas pakai yang harus kita daki!" Aku menerobos tumpukan pakaian masa kecilku yang berwarna merah dan hitam. Hanya merah dan hitam. Aku tidak pernah memakai pakaian berwarna lain. Warna lain tidak cocok untukku, tidak seperti merah atau hitam. Tapi merah adalah warna favorit-ku. Sebagian besar boneka ku memakai baju berwarna merah. Boneka teddy bear ku memakai pita berwarna merah. Dan aku harus memakai baju berwarna merah agar tampak sesuai dengan mereka. Warna yang terang, warna yang memabukkan. Aku berhenti didepan rak yang menyimpan pakaian-pakaian ku dari sekolah menengah pertama. Aku mendorong beberapa pakaian kesamping sampai aku menemukan pakaian yang kucari. Itu adalah sebuah gaun berwarna merah tanpa lengan dengan bintik-bintik hitam memenuhi gaun itu. Ditengah nya terdapat sebuah pita hitam yang diikat ke belakang. Aku melepas pakaian itu dari gantungan lalu mengangkatnya ke udara.

"Apa kau ingat ini? Aku memakai ini ketika bertemu dengan mu untuk pertama kalinya tiga tahun yang lalu. Kau mungkin tidak ingat, kalian para lelaki sering lupa. Hmmm... Aku ingin tahu apakah gaun ini masih cocok untukku." Aku membuka kancing belakang gaun itu dan perlahan-lahan memasukkannya dari atas kepalaku. "Sedikit sempit, tapi aku masih bisa memakainya. Hanya untukmu." Aku merapikan kembali rak pakaian itu dan berjalan ke arah kotak-kotak yang disusun tinggi menyerupai menara.

"Apakah kau ingat hari pertama kita bertemu? Tiga tahun yang lalu, hari pertama masuk sekolah. Hari pertamaku masuk ke sekolah umum. Aku tidak kenal siapapun. Dan kemudian aku melihatmu. Kau mengenakan kemeja dengan kancing biru dan celana khaki. Kau terlihat sangat tampan." Aku berhenti didepan kotak yang ditandai dengan huruf "P" berwarna merah. Aku menarik kotak itu keluar dari tumpukan kotak lain diatasnya yang ditandai dengan 18 huruf merah lainnya. Aku mengambil kotak itu lalu memindahkannya.

"Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darimu. Kau terlihat begitu tampan. Rambut pirangmu disisir kesamping, mata hijaumu yang cerah memancarkan kegembiraan ketika kau melihat temanmu. Kau terlihat begitu hidup, penuh dengan sukacita! Aku harus berbicara denganmu. Aku harus menjadi temanmu. Aku tahu kau akan memperlakukanku berbeda dari anak-anak lain." Sekarang aku sedang menghadap dinding batu yang tertutup debu dan lumpur kering. Ujung dari ruang basement ini. Aku tidak bisa pergi kemanapun. "Oh! Tempat yang harus kutuju..."

Aku meraih sekop yang tergeletak di dinding. Aku menaruhnya disana ketika aku berusia lima tahun, aku berpikir mungkin aku akan membutuhkan nya suatu saat nanti. Dan aku selalu membutuhkannya, pada saat-saat tertentu. Aku meletakkan kotak itu ke tanah dan berbalik ke arah sebaliknya. Aku menyenderkan punggungku ke dinding dan perlahan-lahan mulai berjalan ke depan, mondar-mandir, menghitung masing-masing langkah dengan sebuah huruf seperti yang selalu kulakukan sebelumnya.

"A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L. M. N. O... P!" Aku menggambar sebuah simbol "x" dengan telapak sepatuku di tanah. Aku melangkah mundur dan memasukkan sekop ke dalam tanah yang baru saja kutandai.

"Setiap gadis di kelas berpikir kau tampan. Kau seperti anak laki-laki yang cantik, Patrick. Pretty Patrick adalah sebutan mereka untukmu. Mereka berkata jika kau mengenakan sebuah gaun maka dengan mudah kau akan menjadi seorang gadis. Tidak. Kau terlalu tampan untuk berubah menjadi seorang gadis." Saat aku menggali lebih dalam, tanah dibawah kakiku berubah menjadi lebih lunak. Tanah yang keras segera berubah menjadi lumpur yang lembek, hal itu memudahkan ku dalam pekerjaanku. Jauh lebih mudah untuk mendapatkan apa yang kuinginkan.

"Pada akhirnya, aku tidak mengatakan apapun padamu. Tak sepatah katapun. Menurutku, semua itu tidak dapat diterima. Jadi, ketika aku melihat mu berjalan kearah rumahku, aku memutuskan untuk berjalan bersamamu. Oh, kita langsung akrab! Kita seperti dua butir kacang polong. Kau suka warna biru dan aku suka warna merah. Aku suka kucing, tapi kau alergi padanya. Makanan favorit mu adalah pizza, tapi aku suka makanan yang mengandung laktosa. Seiring berjalannya waktu, kita bertambah akrab!"

GEDEBUK. Bagian logam dari sekopku telah memukul sesuatu. Aku berhenti dan melempar sekop keluar dari lubang yang telah kugali di sekelilingku. Aku berlutut dan mulai menggali tanah yang menghalangiku untuk melihat apa yang kucari dengan tangan.

"Ketika kita sampai dirumahku, aku memintamu untuk masuk dan bermain bersamaku. Dan kau setuju, jadi aku menggiringmu kedalam kamarku. Tapi, ketika kau melihat boneka-boneka ku, boneka tanpa kepala yang indah itu... Kau menyebutku aneh. Orang aneh! Sama seperti yang lainnya! Kau tidak baik dan manis seperti orang-orang bilang. Kau jelek! Kau jelek dan suka menyakitiku! Sama seperti yang lainnya! Dunia tidak membutuhkan orang sepertimu. Kau mencoba untuk melarikan diri. Untuk keluar... Sama seperti yang lainnya. Tapi kau... Kau tersandung. Itu benar, kau tersandung dan jatuh tepat diatas kuda goyangku. Kau terjatuh empat kali. Tidak ada yang bisa kulakukan." Akhirnya, galianku mencapai sebuah peti kayu. Aku mengulurkan tangan keluar dari lubang dan meraih kotak yang ditandai dengan huruf "P" merah. Aku membukanya dan mengeluarkan seikat kliping koran tentang seorang anak berusia duabelas tahun yang hilang. Lalu, aku membuka peti kayu itu. Aku menatap sebuah gambar anak laki-laki cantik dengan rambut pirang yang indah dan matanya yang hijau, beralih dengan melihat isi peti itu. Sekarang, sebagian rambutnya telah hilang. Matanya telah dimakan cacing dan belatung. Kulit yang telah membusuk itu mengerut, hampir memperlihatkan barisan tulang-tulangnya. Aku tersenyum.

"Sekarang kau tidak cantik lagi kan?" Aku berdiri diatas peti itu, melihat sekilas kliping di genggamanku, lalu kembali melihat sisa-sisa sesuatu yang berada di dalam peti. Aku meletakkan kliping itu kembali kedalam peti, menutup peti itu, lalu menutup lubang itu kembali. Saat selesai, kuletakkan sekop kembali ke tempat semula dan berjalan menuju ujung basement. Aku meletakkan kotak yang ditandai dengan huruf "P" kembali ke rak, diantara kotak yang ditandai dengan huruf "O" dan "Q". Berjalan menuju rak pakaian dan melepas gaun yang kukenakan, menempatkannya kembali ke gantungan diantara pakaian berwarna merah lainnya. Aku memanjat tumpukan mainan lama dan berhasil sampai di tangga. Lalu berusaha meraih rantai lampu yang telah kunyalakan satu jam sebelumnya. Aku mematikan lampu dan berjalan menaiki tangga.

"Selamat malam, Patrick. Sampai jumpa tahun depan."
Powered by Telkomsel BlackBerry®

0 komentar:

Posting Komentar